Jumat, 19 Juni 2015

Hijrah




HIJRAH
Di suatu pagi yang cerah saat embun-embun masih hinggap di dedaunan, burung-burung berkicau dengan merdu dan mulai berlalu lalang mencari secuwil makanan untuk anak-anaknya. Sang mentari menampakkan wajah dari tidur malamnya dan tersenyum riang mengintip aktivitas-aktivitas Arif sekeluarga. Atap yang terbuat dari tanah liat dan sudah dilumuri lumut, dinding yang dibangun dengan bambu, dan lantai yang langsung beralasan tanah menjadi tempat perlindungan Arif dari panas yang menyengat dan dingin yang menggigil. Arif merupakan anak tunggal dari pasangan Yusuf dan Maryam. Hidupnya serba sederhana namun tidak pernah mengeluh atas kondisi yang dialami bahkan selalu memanjatkan puji syukur terhadap sang pemilik semesta alam  ini atas limpahan karunia yang telah diberikan. Kesederhanaannya telah menjadikannya pribadi yang hebat dan kuat. Di tengah ekonomi yang pas-pasan, dia masih sangat beruntung dapat menikmati bangku pendidikan hingga saat ini walaupun hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah. 



Yusuf berumur 58 tahun. Dia merupakan laki-laki yang tegar, penyayang, dan penuh dengan semangat untuk selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya bahkan dia rela memberikan apapun yang dia punya walaupun itu berupa jantung atau nyawanya. Diusia yang pada umumnya masih bertenaga super, dia sudah tak bertenaga ekstra karena menyidap penyakit paru-paru yang akut. Yusuf selalu menyembunyikan beban sakit yang diderita khususnya kepada anaknya agar dia tidak merasakan kekhawatiran terhadap kondisinya. Yusuf hanya bisa bercerita penyakitnya kepada Maryam sang istri tercinta namun selalu meminta agar Maryam menyimpan informasi itu serapat mungkin.
Maryam berumur lebih muda 10 tahun daripada Yusuf. Walaupun dia tak pernah memakai pupur, gincu, lipstik dan lain sebagainya, wajahnya masih terlihat anggun, dan mempesona. Dia wanita yang berkepribadian ramah, sopan, santun, rendah hati, dan penurut. Apabila Yusuf telah berkata, wajah Maryam merunduk dengan hormat seperti santri kepada kyainya. Apapun ucapan yang diproduksi oleh Yusuf entah itu keluhan, saran, dukungan, dan anjuran selalu diperhatikan dengan cermat. Amanah yang telah diberikan selalu terjaga  walaupun badai dan halilintar menghadangnya. Doa, sugesti, dan motivasi selalu terucap dari keduanya kepada anak tercintanya agar kelak anaknya akan menjadi orang hebat yang mampu membuktikan bahwa tidak hanya orang  kaya yang berhak mendapatkan gelar profesor dan ahli dalam pendidikan.
Kecintaan Arif dibidang pendidikan ternyata membuahkan hasil yang gemilang. Sejak menduduki bangku sekolah dasar Arif sudah mengantongi prestasi nomer satu bahkan dia terpilih mewakili kabupaten untuk mengikuti lomba matematika tingkat provinsi. Setelah dia lulus dari sekolah dasar, ada pesuruh dari dua SMP favorit di daerah kota Pacitan yang menyodorkan beberapa pundi-pundi keuntungan, kemudahan, fasilitas. dan beasiswa apabila Arif bergabung disekolah itu. Namun Arif menolak dengan penuh ikhlas, dia memutuskan untuk melanjutkan di MTs Ma’arif dekat rumahnya. Sontak para guru-gurunya tergeleng-geleng penuh menyesal dengan keputusan Arif.
Kesempatan emas yang menghampirinya dia lewatkan dengan cuma-cuma. Mendengar keputusan Arif itu para guru dan kepala sekolahnya seperti disambar geledek. Kepala sekolah yang berkumis tebal dan berambut botak menghampiri Arif dengan penuh sigap dan gagah perkasa, lalu bertanya “kenapa kamu membuang kesempatan yang langka ini, Arif?”. Dengan tegas dan penuh wibawa, Arif menjawab “besok setelah saya lulus dari SMA aku harus belajar di Jepang, disana akan kujemput gelar doktor dan profesorku. Dikesempatan yang cekak ini aku mau selalu berada dalam dekapan bapak dan emak saya, pak! Apakah itu salah?”. Semua yang mendengar ucapan Arif terdiam seolah-olah ruhnya telah melayang, “bagaimana bisa seorang anak buruh tani yang makan saja belum tentu bisa sehari dua kali mempunyai cita-cita setinggi itu” kata salah satu guru didalam hatinya. Kepala sekolahnya bertubi-tubi memujinya dan memberikan sambutan yang sangat antusias dengan penuh harap akan keberhasilan cita-citanya, “hebat kamu Arif, sungguh hebat, saya baru menemui anak SD yang sudah mampu berfikir sangat dewasa dan mempunyai cita-cita yang sangat tinggi. Terus perjuangkan dan jaga semangatmu Arif. Saya hanya bisa mendoakanmu”.
Batu karang yang terlihat berdiri dengan kokoh akan mengalami degradasi seolah banyaknya ombak yang terus menerjang. Kemampuan yang biasa akan mengalahkan sesuatu yang luar biasa apabila disertai dengan keuletan yang terus dipupuk. A straw shows how the wind blows (hal kecil yang dianggap sepele terkadang dapat mengungkapkan hal-hal yang besar), itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kegigihan sosok Arif. Prestasinya semakin meningkat seiring usianya yang semakin produktif. Dia mendapatkan beasiswa sekolah nol biaya di tingkat yang lebih tinggi di MTs Ma’arif.
Saat dia masuk di sekolah menengah banyak lomba-lomba yang diikuti baik tingkat kabupaten maupun tingkat profinsi tapi yang paling menjadi kebanggaannya saat dia memenangkan lomba pidato bahasa Inggris di tingkat umum. Impian yang dia simpan sejak kelas tiga SD untuk memiliki kamus bahasa Inggris karangan John M. Echols dan Hassan Shadili baru dapat diraihnya saat kelas dua MTs melalui lomba tersebut. Kondisi ekonomi dan tuntutan banyaknya kebutuhan dikeluarganya, hasrat Arif untuk memiliki kamus besar itu hanya menjadi fatamorgana karena tidak mempunyai keberanian untuk menyampaikan kepada orang tuanya. Namun berkat usaha kerasnya, dia dapat mengubah impian itu menjadi sebuah kenyataan yang manis. Sepasang kamus tebal Inggris-Indonesia dan Indonesia Inggris yang tercetak berpisah, kini telah berada ditangannya setelah perjuangan yang begitu lama.
Radio bermerek nasional yang keluaran tahun 95 nan merupakan satu sumber informasi yang memberikan keharmonisan bagi keluarganya untuk menyimak berita dan informasi terkini. Dinding bambu yang dianyam secara rapi atau gedek (dalam bahasa Jawanya) yang sudah disinggahi rayap bertempelan impian, tujuan, serta target besar yang harus digeluti Arif. Aktivitas setiap hari, target dalam waktu seminggu, sebulan, setahun, dan bahkan 10 tahun kedepan, impian kuliahnya, gelar sarjana, megister, doktor, dan profesornya sudah tertulis dengan detail dilembaran-lembaran yang dia tempel di sudut kamarnya.
Kampung yang elok dengan panorama alam yang sangat mengagumkan menjadi saksi bisu perjalanan Arif ke tempat dia menempuh pendidikannya. Jarak sekitar 5 km untuk menuju sekolahnya harus ditempuh dengan jalan kaki. Rute perjalanan yang naik turun, berbelak-belok, dan samparan duri-duri yang tajam tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap tekun dan disiplin mengikuti kegiatan belajar di sekolahnya. Hujan lebat dan panasnya sang surya menguji serta mengukuhkan niat lahir batin Arif untuk menggapai cita-cita yang diwariskan dari orang tuanya. Bayangan semangat yang diberikan orang tuanya dan serentetan cita-cita yang menggunung menjadi azimat Arif yang paling ampuh saat mengalami kemalasan yang mendera. Sekarang Arif sudah menduduki bangku SMA di salah satu sekolah negeri yang berada di desa Sudimoro kabupaten Pacitan profinsi Jawa Timur dan hampir paripurna dari studi tingkat atas ini.
Setiap liburan sekolah, Arif selalu menyempatkan dirinya untuk pergi ke ladang membantu bapaknya. Aktivitas itu sudah terkover dalam tulisan di lembaran aktivitas sehari-hari Arif. Berbagai kegiatan tani seperti mencangkul, mencari rumput, mengobat tanaman, dan mengairi sawah sudah menjadi kebiasaan Arif sejak dini. Sehingga diumurnya yang sudah pubertas, dia tidak kikuk dengan kegiatan yang dilakukan bapakanya. Bahkan saat bapaknya buruh tani di ladang tetangganya, Arif memaksa untuk ikut walaupun bapaknya melarang keras. Arif tidak mau melihat bapaknya penuh dengan keringat namun dirinya sendiri bersanta-santai dirumah.
Suara gemericik air mengalir dipekarangan sawah menemani seekor katak yang mencari serangga. Rerumputan telah lesu karena tersengat sang matahari. Belalang hijau menyibukkan diri mencari tempat berteduh. Burung kutilang terus mengintai dedaunan padi yang bernari-nari terbawa hembusan angin dan menyaksikan Arif serta Yusuf membersihkan rumput liar yang mengganggu padinya. Suara batuk kering Yusuf seolah-olah sudah tiada hentinya namun Yusuf selalu menghiraukannya. Arif menyahut Yusuf disela-sela batuknya, “bapak istirahat dulu, batuk bapak sudah kambuh lagi, nanti kita minta obat ke bu bidan”. Yusuf menjawab disela menyembunyikan rasa sakitnya, “bapak masih sehat dan kuat nak, nanti kita istirahat kalau emakmu sudah datang”. Tiba-tiba terdengar suara dari pojok sebelah timur memanggil “pak istirahat riyen, niki sarapane sampun raos (pak, istirahat dulu, ini makanan paginya sudah siap)”. Ternyata Maryam datang membawa gendongan makanan dan perkakas tani dan pakaian untuk sholat. Yusuf mengajak Arif untuk istirahat dan membersihkan lumpur-lumpur yang menempel sekaligus mensucikan diri di bantaran sungai.
Piring yang terbuat dari mika terjejer diatas tikar dan sudah terisi nasi dengan porsi yang menggunung. Yusuf dan Arif yang sudah kelihatan tidak terlalu kumal menyahut nasi yang telah disiapkan Maryam. Mereka makan dengan lahap karena Maryam memasak makanan yang paling disukai Arif dan bapaknya yaitu rawon dengan lauk tempe. Baginya hidangan itu telah mengalahkan makanan-makanan elit seperti humberger, pizza ataupun yang lain. Disela minum teh, Yusuf bergurau kepada Arif “rif, besok kalau kamu jadi profesor jangan lupakan makanan ini low”. Arif hanya membalas dengan senyuman dan mengalihkan perhatian “pak monggo dhuha nan riyen”. Mereka segera menghabiskan minumnya dan beranjak mengenakan pakaian untuk sholat. Yusuf berada dibarisan paling depan, Arif dan Maryam mengikuti dibelakangnya. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Ditengah kesibukannya yang amat padat namun mereka tidak meninggalkan apa yang telah dianjurkan untuk umat Islam dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya kecuali ada udzur yang tidak bisa ditinggalkan. Kegiatan menjalankan sholat setelah matahari melebihi ujung tombak dan sebelum dhuhur ini menjadi rutinitas Arif sekeluarga.
Di suatu sore hari saat Arif membaca Al Qur’an tiba-tiba terdengar kendaraan bermotor berparkir didepan rumahnya dan seketika mengucapkan salam.
Assalamu ‘alaikum..... sambil mengetok pintu.



0 komentar:

Posting Komentar

kreatifitas anda saya tunggu. silahkan berkomentar apabila ada setuju atau tidaknya postingan yang saya suguhkan. tolong jaga nilai kesopanan. terimakasih.