HIJRAH
Di suatu pagi yang cerah saat
embun-embun masih hinggap di dedaunan, burung-burung berkicau dengan merdu dan
mulai berlalu lalang mencari secuwil makanan untuk anak-anaknya. Sang mentari
menampakkan wajah dari tidur malamnya dan tersenyum riang mengintip
aktivitas-aktivitas Arif sekeluarga. Atap yang terbuat dari tanah liat dan
sudah dilumuri lumut, dinding yang dibangun dengan bambu, dan lantai yang
langsung beralasan tanah menjadi tempat perlindungan Arif dari panas yang
menyengat dan dingin yang menggigil. Arif merupakan anak tunggal dari pasangan
Yusuf dan Maryam. Hidupnya serba sederhana namun tidak pernah mengeluh atas
kondisi yang dialami bahkan selalu memanjatkan puji syukur terhadap sang
pemilik semesta alam ini atas limpahan karunia yang telah diberikan.
Kesederhanaannya telah menjadikannya pribadi yang hebat dan kuat. Di tengah
ekonomi yang pas-pasan, dia masih sangat beruntung dapat menikmati bangku
pendidikan hingga saat ini walaupun hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah.
Yusuf berumur 58 tahun. Dia merupakan
laki-laki yang tegar, penyayang, dan penuh dengan semangat untuk selalu
memberikan yang terbaik untuk anaknya bahkan dia rela memberikan apapun yang
dia punya walaupun itu berupa jantung atau nyawanya. Diusia yang pada umumnya
masih bertenaga super, dia sudah tak bertenaga ekstra karena menyidap penyakit
paru-paru yang akut. Yusuf selalu menyembunyikan beban sakit yang diderita
khususnya kepada anaknya agar dia tidak merasakan kekhawatiran terhadap
kondisinya. Yusuf hanya bisa bercerita penyakitnya kepada Maryam sang istri
tercinta namun selalu meminta agar Maryam menyimpan informasi itu serapat
mungkin.
Maryam berumur lebih muda 10 tahun
daripada Yusuf. Walaupun dia tak pernah memakai pupur, gincu, lipstik dan lain
sebagainya, wajahnya masih terlihat anggun, dan mempesona. Dia wanita yang
berkepribadian ramah, sopan, santun, rendah hati, dan penurut. Apabila Yusuf
telah berkata, wajah Maryam merunduk dengan hormat seperti santri kepada
kyainya. Apapun ucapan yang diproduksi oleh Yusuf entah itu keluhan, saran,
dukungan, dan anjuran selalu diperhatikan dengan cermat. Amanah yang telah
diberikan selalu terjaga walaupun badai dan halilintar menghadangnya.
Doa, sugesti, dan motivasi selalu terucap dari keduanya kepada anak tercintanya
agar kelak anaknya akan menjadi orang hebat yang mampu membuktikan bahwa tidak
hanya orang kaya yang berhak mendapatkan gelar profesor dan ahli dalam
pendidikan.
Kecintaan Arif dibidang pendidikan
ternyata membuahkan hasil yang gemilang. Sejak menduduki bangku sekolah dasar
Arif sudah mengantongi prestasi nomer satu bahkan dia terpilih mewakili
kabupaten untuk mengikuti lomba matematika tingkat provinsi. Setelah dia lulus
dari sekolah dasar, ada pesuruh dari dua SMP favorit di daerah kota Pacitan
yang menyodorkan beberapa pundi-pundi keuntungan, kemudahan, fasilitas. dan
beasiswa apabila Arif bergabung disekolah itu. Namun Arif menolak dengan penuh
ikhlas, dia memutuskan untuk melanjutkan di MTs Ma’arif dekat rumahnya. Sontak
para guru-gurunya tergeleng-geleng penuh menyesal dengan keputusan Arif.
Kesempatan emas yang menghampirinya
dia lewatkan dengan cuma-cuma. Mendengar keputusan Arif itu para guru dan
kepala sekolahnya seperti disambar geledek. Kepala sekolah yang berkumis tebal
dan berambut botak menghampiri Arif dengan penuh sigap dan gagah perkasa, lalu
bertanya “kenapa kamu membuang kesempatan yang langka ini, Arif?”. Dengan tegas
dan penuh wibawa, Arif menjawab “besok setelah saya lulus dari SMA aku harus
belajar di Jepang, disana akan kujemput gelar doktor dan profesorku.
Dikesempatan yang cekak ini aku mau selalu berada dalam dekapan bapak dan emak
saya, pak! Apakah itu salah?”. Semua yang mendengar ucapan Arif terdiam
seolah-olah ruhnya telah melayang, “bagaimana bisa seorang anak buruh tani yang
makan saja belum tentu bisa sehari dua kali mempunyai cita-cita setinggi itu”
kata salah satu guru didalam hatinya. Kepala sekolahnya bertubi-tubi memujinya
dan memberikan sambutan yang sangat antusias dengan penuh harap akan
keberhasilan cita-citanya, “hebat kamu Arif, sungguh hebat, saya baru menemui
anak SD yang sudah mampu berfikir sangat dewasa dan mempunyai cita-cita yang
sangat tinggi. Terus perjuangkan dan jaga semangatmu Arif. Saya hanya bisa mendoakanmu”.
Batu karang yang terlihat berdiri
dengan kokoh akan mengalami degradasi seolah banyaknya ombak yang terus
menerjang. Kemampuan yang biasa akan mengalahkan sesuatu yang luar biasa
apabila disertai dengan keuletan yang terus dipupuk. A straw shows how the
wind blows (hal kecil yang dianggap sepele terkadang dapat mengungkapkan
hal-hal yang besar), itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kegigihan
sosok Arif. Prestasinya semakin meningkat seiring usianya yang semakin
produktif. Dia mendapatkan beasiswa sekolah nol biaya di tingkat yang lebih
tinggi di MTs Ma’arif.
Saat dia masuk di sekolah menengah
banyak lomba-lomba yang diikuti baik tingkat kabupaten maupun tingkat profinsi
tapi yang paling menjadi kebanggaannya saat dia memenangkan lomba pidato bahasa
Inggris di tingkat umum. Impian yang dia simpan sejak kelas tiga SD untuk
memiliki kamus bahasa Inggris karangan John M. Echols dan Hassan Shadili baru
dapat diraihnya saat kelas dua MTs melalui lomba tersebut. Kondisi ekonomi dan
tuntutan banyaknya kebutuhan dikeluarganya, hasrat Arif untuk memiliki kamus
besar itu hanya menjadi fatamorgana karena tidak mempunyai keberanian untuk
menyampaikan kepada orang tuanya. Namun berkat usaha kerasnya, dia dapat
mengubah impian itu menjadi sebuah kenyataan yang manis. Sepasang kamus tebal
Inggris-Indonesia dan Indonesia Inggris yang tercetak berpisah, kini telah
berada ditangannya setelah perjuangan yang begitu lama.
Radio bermerek nasional yang keluaran
tahun 95 nan merupakan satu sumber informasi yang memberikan keharmonisan bagi
keluarganya untuk menyimak berita dan informasi terkini. Dinding bambu yang
dianyam secara rapi atau gedek (dalam bahasa Jawanya) yang sudah
disinggahi rayap bertempelan impian, tujuan, serta target besar yang harus
digeluti Arif. Aktivitas setiap hari, target dalam waktu seminggu, sebulan,
setahun, dan bahkan 10 tahun kedepan, impian kuliahnya, gelar sarjana,
megister, doktor, dan profesornya sudah tertulis dengan detail
dilembaran-lembaran yang dia tempel di sudut kamarnya.
Kampung yang elok dengan panorama
alam yang sangat mengagumkan menjadi saksi bisu perjalanan Arif ke tempat dia
menempuh pendidikannya. Jarak sekitar 5 km untuk menuju sekolahnya harus
ditempuh dengan jalan kaki. Rute perjalanan yang naik turun, berbelak-belok,
dan samparan duri-duri yang tajam tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap
tekun dan disiplin mengikuti kegiatan belajar di sekolahnya. Hujan lebat dan
panasnya sang surya menguji serta mengukuhkan niat lahir batin Arif untuk
menggapai cita-cita yang diwariskan dari orang tuanya. Bayangan semangat yang
diberikan orang tuanya dan serentetan cita-cita yang menggunung menjadi azimat
Arif yang paling ampuh saat mengalami kemalasan yang mendera. Sekarang Arif
sudah menduduki bangku SMA di salah satu sekolah negeri yang berada di desa
Sudimoro kabupaten Pacitan profinsi Jawa Timur dan hampir paripurna dari studi
tingkat atas ini.
Setiap liburan sekolah, Arif selalu
menyempatkan dirinya untuk pergi ke ladang membantu bapaknya. Aktivitas itu
sudah terkover dalam tulisan di lembaran aktivitas sehari-hari Arif. Berbagai
kegiatan tani seperti mencangkul, mencari rumput, mengobat tanaman, dan
mengairi sawah sudah menjadi kebiasaan Arif sejak dini. Sehingga diumurnya yang
sudah pubertas, dia tidak kikuk dengan kegiatan yang dilakukan bapakanya.
Bahkan saat bapaknya buruh tani di ladang tetangganya, Arif memaksa untuk ikut
walaupun bapaknya melarang keras. Arif tidak mau melihat bapaknya penuh dengan
keringat namun dirinya sendiri bersanta-santai dirumah.
Suara gemericik air mengalir
dipekarangan sawah menemani seekor katak yang mencari serangga. Rerumputan
telah lesu karena tersengat sang matahari. Belalang hijau menyibukkan diri
mencari tempat berteduh. Burung kutilang terus mengintai dedaunan padi yang
bernari-nari terbawa hembusan angin dan menyaksikan Arif serta Yusuf
membersihkan rumput liar yang mengganggu padinya. Suara batuk kering Yusuf
seolah-olah sudah tiada hentinya namun Yusuf selalu menghiraukannya. Arif
menyahut Yusuf disela-sela batuknya, “bapak istirahat dulu, batuk bapak sudah
kambuh lagi, nanti kita minta obat ke bu bidan”. Yusuf menjawab disela
menyembunyikan rasa sakitnya, “bapak masih sehat dan kuat nak, nanti kita
istirahat kalau emakmu sudah datang”. Tiba-tiba terdengar suara dari pojok
sebelah timur memanggil “pak istirahat riyen, niki sarapane sampun raos (pak,
istirahat dulu, ini makanan paginya sudah siap)”. Ternyata Maryam datang
membawa gendongan makanan dan perkakas tani dan pakaian untuk sholat. Yusuf
mengajak Arif untuk istirahat dan membersihkan lumpur-lumpur yang menempel
sekaligus mensucikan diri di bantaran sungai.
Piring yang terbuat dari mika
terjejer diatas tikar dan sudah terisi nasi dengan porsi yang menggunung. Yusuf
dan Arif yang sudah kelihatan tidak terlalu kumal menyahut nasi yang telah
disiapkan Maryam. Mereka makan dengan lahap karena Maryam memasak makanan yang
paling disukai Arif dan bapaknya yaitu rawon dengan lauk tempe. Baginya
hidangan itu telah mengalahkan makanan-makanan elit seperti humberger, pizza
ataupun yang lain. Disela minum teh, Yusuf bergurau kepada Arif “rif, besok
kalau kamu jadi profesor jangan lupakan makanan ini low”. Arif hanya membalas
dengan senyuman dan mengalihkan perhatian “pak monggo dhuha nan riyen”. Mereka
segera menghabiskan minumnya dan beranjak mengenakan pakaian untuk sholat.
Yusuf berada dibarisan paling depan, Arif dan Maryam mengikuti dibelakangnya.
Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Ditengah kesibukannya yang amat padat
namun mereka tidak meninggalkan apa yang telah dianjurkan untuk umat Islam
dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya kecuali ada udzur yang tidak bisa
ditinggalkan. Kegiatan menjalankan sholat setelah matahari melebihi ujung
tombak dan sebelum dhuhur ini menjadi rutinitas Arif sekeluarga.
Di suatu sore hari saat Arif membaca
Al Qur’an tiba-tiba terdengar kendaraan bermotor berparkir didepan rumahnya dan
seketika mengucapkan salam.
Assalamu ‘alaikum..... sambil mengetok pintu.
0 komentar:
Posting Komentar
kreatifitas anda saya tunggu. silahkan berkomentar apabila ada setuju atau tidaknya postingan yang saya suguhkan. tolong jaga nilai kesopanan. terimakasih.