life is nothing without creation

kreasimu membuktikan eksistensimu

be sure that you will success

kunci sukses adalah yakin

my writing is my existence

kau akan mati tergerus waktu apabila tak punya tulisan

happy is worthy

makna hidup adalah kaya

success

religious, wealth, health and achievement

Sabtu, 20 Februari 2016

Ringkasan Isi Buku The Power Of Writing

The Power of Writing

Judul               : The power of writing
Pengarang       : Ngainun Naim
Penerbit           : Lentera kreasindo
Kota terbit       : Jogjakarta
Tahun terbit     : Januari 2015
Cetakan           : pertama
Deskripsi fisik : xiv + 230 hlm.; 16 x 24 cm
ISBN               : 978-602-1090-14-5
Teks                 : Bahasa Indonesia

Buku the power of writing ini ditulis oleh Ngainun Naim. Beliau merupakan salah satu dosen IAIN Tulungagung yang menjadi kebanggaan para mahasiswa dan dosen-dosen. Kemampuannya dalam bidang menulis sudah tidak diragukan lagi dibuktikan dengan karya-karyanya yang fenomenal dan juga eksistensinya dalam mengisi seminar-seminar baik dalam skala kecil maupun besar. Nama beliau sudah cukup tersohor dikoran-koran dan majalah-majalah karena artikelnya yang sering menembus redaksi-redaksi ternama. Beliau juga aktif dalam dunia maya sehingga statusnya sangat dinanti oleh para penggemarnya.
Buku ini memberikan motivasi yang tinggi untuk menyegerakan menulis. Kutipan-kutipan yang diambil dari penulis sukses menjadikan setiap pembaca  terlarut dalam pembahasan buku ini. Kata-kata yang disusun memberikan suntikan yang begitu mendalam untuk pembaca supaya mewujudkan ide-idenya dalam sebuah tulisan. Namun realisasinya, dalam menulis ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada banyak halangan yang harus dihadapi dan pastinya membutuhkan strategi yang handal untuk menghadapinya. Pertanyaan-pertayaan bagaimana cara memulai karya tulis, bagaimana menjaga stabilitas menulis, untuk apa menulis, dan bagaimana seorang penulis sukses merampungkan karya tulisnya akan dibahas secara tuntas dan mendetail berdasarkan pengalaman langsung dari penulis sehingga pembahasan akan terasa lebih menyentuh dan ingin segera mewujudkan apa yang dianjurkannya.
Buku ini terdiri dari 6 (enam) bab besar yang disajikan secara runtut yang meliputi bab tentang spirit menulis, motivasi menulis, alasan menulis, hambatan menulis, strategi menulis,  dan diakhiri dengan belajar menulis dari para tokoh.
“Spirit menulis” menjadi awal dari pembahasan yang disuguhkan dengan sangat menarik. Menulis tidak selalu berjalan mulus, semangat yang pasang surut menjadikan penulis harus mampu mengontrol spiritnya agar dapat menulis pada saat kondisi yang kurang mendukung. Bergabung dalam sebuah grup seperti www.kompasiana.com atau grup yang lainnya dapat memberikan inspirasi supaya terus menciptakan karya tulis yang terus berkelanjutan. Menulis memberikan banyak kemanfaatan seperti membangun ide-ide, memudahakan menjelaskan konsep, memudahkan evaluasi, menyerap dan mengolah informasi, dan menjadi pembelajar yang aktif. Dikisahkan juga dalam bab ini yakni seorang babu yang tulisannya mampu mencerahkan dunia menulis. Kalau babu saja dapat menulis kenapa kita sebagai orang yang dianggap mempunyai kelebihan dibidang intelektual tidak dapat menciptakan karya tulis.
Literasi harus segera ditanamkan kepada setiap orang agar dapat mengenyam pengetahuan yang lebih luas dan mampu menelurkan sebuah karya dari wawasan yang diperoleh. Di era modern ini kita dimanjakan dengan kecanggihan teknologi sehingga kita tidak kesulitan lagi untuk mencari dan menyebarluaskan ide-ide. Manfaatkan semua kecanggihan untuk merilis karya tulis agar dapat menjadi penulis yang kreatif dan tidak akan tergerus oleh waktu. Pensiun menulis bisa terjadi terhadap semua orang, hal itu disebabkan karena adanya kenyamanan dibidang lain yang lebih menguntungkan sehingga karya tulisnya menjadi terhenti. Pensiun  menulis dapat diatasi dengan mempertahankan menulis dan membangun paradigma bahwa menulis menjadikan insan yang berpengetahuan tinggi. Orisinilitas atau keaslian tulisan sangat diperlukan ditengah zaman yang marak virus plagiasi. Sejatinya hal tersebut dapat dihindari dengan selalu sabar dan  tekun dalam menulis. Tulisan yang baik dan bermutu didasari dengan wawasan yang melimpah dan pengetahuan yang lebih dapat diperoleh melalui budaya membaca. Membaca dan menulis merupakan sebuah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Menulis tanpa memperbanyak membaca bagaikan berjalan didalam kegelapan tanpa adanya penerang. Sehingga mustahil seorang penulis yang sukses meninggalkan kebudayaan membaca. Penulis besar membutuhkan keuletan yang tinggi dan rela mengorbankan apapun demi menyelesaikan karyanya.
Menginjak pembahasan yang kedua yakni “motivasi menulis”. Hal yang paling penting dalam menulis yaitu komitmen yang harus selalu dijaga. Semakin banyak berlatih dapat membangkitkan ritme yang apik disetiap tulisan. Apabila kita sudah terlatih menulis, selain ilmu pengetahuan yang didapat, kita juga akan memperoleh penghasilan (honor) dan dapat memperbanyak relasi. Walaupun banyak kalangan yang berintelektual namun budaya menulis belum banyak yang menekuninya bahkan dikalangan akademis yang notabenenya kaum terpelajar tidak lebih 40% yang larut dalam aktivitas menulis. Menulis itu tidak mudah sehingga tidak semua orang mampu melakukan kegiatan ini jadi penulis dapat dikategorikan makhluk yang langka. Saat tulisan tidak kunjung usai disitulah letak cobaan yang paling berat. Tidak sedikit para penulis yang putus asa akibat keterbatasan wawasan dan tulisanya yang tidak rampung. Masalah tersebut membutuhkan prinsip kontrol emosi dan tidak pernah menyerah. Isak Dinesen seorang penulis yang terkenal menyatakan, “aku menulis saban hari tanpa berpengharapan dan putus asa”, sehingga  dari pernyataan tersebut sudah gamblang bahwa kontinuitas menulis adalah cara yang wajib digeluti.
Seorang penulis harus mampu selalu merilis karya disaat apapun. Penulis produktif tidak akan kehabisan ide dalam menyusun setiap butir-butir kalimat yang akan tercurahkan dalam sebuah artikel, jurnal, cerpen, buku dan lain-lain. Seorang penulis yang handal harus mampu mencari jalan keluar saat situasi kurang bersahabat seperti membaca karya inspiratif yang dapat memberikan injeksi untuk senantiasa menulis dan menulis. Dengan adanya menulis kita akan menjadi terampil dan banyak orang yang akan memberikan kepercayaan lebih akibat donasi tulisan yang telah diberikan. Lingkungan akademis sangat berkaitan erat dengan menulis karena sebagian besar tugas dan standar kelulusannya ditentukan oleh karya tulis. Banyak mahasiswa yang mengalami frustasi akibat tugas karya ilmiahnya seperti makalah, artikel, jurnal, skripsi, desertasi dan lain sebagainya yang mengalami keamacetan. Hal itu karena budaya menulis yang masih jarang dijadikan habitus. Solusinya hanya satu yaitu segeralah menulis, jangan menunda nanti bahkan besok.
Menuju bab selanjutnya yang membicarakan tentang “alasan menulis” membuat saya menggebu-gebu untuk menuntaskan bacaan dari buku ini dan mencatat poin-poinnya. Terry McMillah seorang penulis sukses menjadikan menulis sebagai tempat perlindungan. Hal demikian karena dia telah mendapatkan kenyamanan yang lebih dari menulis. Aspirasi atau gagasan akan lebih mudah untuk dipahami apabila disajikan dalam sebuah tulisan. Memang begitu banyak yang kita peroleh dari menulis sehingga hampir semua lembaga pendidikan selalu membahas serta mempelajari menulis. Penghargaan gelar dosen dan guru dapat diperoleh apabila sudah memberikan karya tulis yang telah teruji. Keilmuan seseorang akan diakui oleh kalayak umum apabila kemampuannya dituliskan dalam sebuah karya tulis. Selalu menulis agar eksistensi kita tidak hilang dari pusaran sejarah dan masyarakat.
Hambatan menulis menjadi trending pembahasan di bab yang keempat. Apapun kegiatan yang kita lakukan setiap hari pasti rasa malas selalu mengiringi. Masalah itu sudah menjadi sebuah kebiasaan yang umum sehingga dibutuhkan teknik jitu agar hambatan malas segera musnah yakni menyegerakan melakukan tindakan jangan berpikir banyak dan jangan menunggu datangnya waktu yang tepat. Hambatan paling mendasar bagi penulis kususnya penulis pemula yaitu bingung apa yang akan ditulis. Saat kondisi seperti itu langsung saja tulis apa kebingungan yang dirasakan dan jangan hentikan menulis sehingga lama kelamaan akan muncul banyak ide. Mencintai menulis, menjadikan menulis sebuah hobi dan tradisi dapat membantu penyusunan sebuah tulisan yang lebih memadahi. Berhati-hati dalam menulis seperti munjunjung tinggi kejujuran akan membangun kredensi para pembaca terhadap tulisan kita. Penulis akan mengunakan banyak cara untuk menyalurkan ide-idenya. Sarana yang belum memadahi seperti tidak adanya komputer atau laptop tidak menjadikan sebuah penghambat dalam menulis. Gunakan alat tulis yang murah meriah seperti pena dan beberapa lembar buku untuk meretaskan ide-ide dalam bentuk tulisan.
Sebelum akhir pembahasan dalam buku ini disajikan sebuah judul yang harus disimak dengan cermat yaitu strategi menulis. Tidak ada di dunia ini yang datang secara instan, semua membutuhkan proses. Kesuksesan tergantung pada cara dan penyelesaian dari sebuah proses. Penulis besar pertama kalinya pasti mencurahkan sedikit demi sedikit tulisannya tidak langsung mendatangkan tulisan dalam bentuk yang banyak. Membaca akan memberikan donasi yang besar dalam sebuah karya tulis. Informasi di lingkungan sekitar seperti dari jejaring sosial, majalah, koran, dan lain sebagainya, penulis harus mampu mengabadikannya agar wawasan terus berkembang dan mampu memunculkan ide-ide baru yang lebih aktual. Pengambilan informasi itu akan tersimpan lebih lama apabila disertai dengan mencatat. Saat kita kekosongan ide-ide untuk menulis, jangan menunggu ide datang, carilah ide-ide melalui memperbanyak membaca, semakin meninggikan intensitas membaca semakin  mudah menyusun tulisan. Setiap bacaan  mempunyai karakteristik tersendiri, setiap kali medapatkan wawasan baru segera catat dan mulailah untuk mengembangkan kedalam berbagai jenis tulisan. Banyak waktu yang tepat untuk digunakan menulis tergantung individu masing-masing. Salah satu waktu yang tepat adalah saat bangun tidur diwaktu subuh. Teori-teori menulis sebenarnya sangat diperlukan agar tulisan dapat dipahami dan disukai oleh masyarakat namun teori-teori saja tidak cukup yang terpenting adalah aksi menulis.
Paripurna dari pembahasan buku ini menjelaskan tentang “belajar menulis dari para tokoh”. Muhammad Fauzil Adhim merupakan tokoh pertama yang dijadikan sampel penulis besar. Dia mengatakan pokok-pokok mengembangkan menulis itu meliputi orientasi transendental, mental optimis, inspirasi, revisi, tetap menulis, mendokumentasikan, dan ikhwal kesuksesan. Prof. Dr. Mulyadi Kartanegara mengkategorikan menulis sebagai seni yang didalamnya meliputi menulis dan bakat, motivasi, stamina menulis, kepekaan gramatikal, membiasakan membuat catatan harian, menulis secepatnya, dan tidak tergantung pada teknologi. Terus gerakan jemarimu merupakan ulasan yang diambil dari karya Anwar Holid, menurutnya menulis itu harus mengikuti formula disiplin menulis, membaca secara tekun, runtin menulis,  tidak mudah menyerah, menjadikan menulis sebagai ketrampilan, dan memiliki waktu khusus. Selanjutnya belajar menulis kepada Prof. Yudian Wahyudi, Ph.D. beliau memberikan inspirasi menulis melalui tiga cara yaitu membaca, rajin berlatih, dan konsisten. Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh penulis yang disajikan dalam buku ini yang dapat kita jadikan bahan belajar namun pada hakikatnya hampir semua tokoh yang disebutkan mempunyai prinsip serta anjuran yang sama yaitu segeralah menulis, tingakatkan kualitas dan kuantitas tulisan dan jaga konsistensi menulis.
Keseluruhan dari pembahasan buku ini memberikan dorongan agar menyegerakan menulis tanpa menunggu ide datang, tempat yang tenang, situasi yang kondusif, waktu luang, hari esok atau akan datang, dan yang paling penting mengawali menulis dengan niat yang tulus, memperbanyak wawasan dengan membaca dan mengamati lingkungan sekitar, menjaga konsistensi, selalu berlatih, berkomitmen tinggi, dan tanpa mengenal putus asa. Seperti dalam anjuran penulis buku ini “Salah satu syarat menulis adalah memiliki kemauan untuk terus menulis. Ya, menulis tentang apa saja, dimana saja, kapan saja, dan tidak boleh patah semangat. Jangan pedulikan soal kualitas, karena kualitas akan meningkat seiring dengan seringnya menulis. Karena itu, kalau saya ditanya caranya menulis, jawabnya Cuma satu Menulislah sekarang juga. Jangan lagi ditunda. Hal utama yang harus dibangun saat akan (dan sedang) menekuni dunia menulis adalah memompa semangat menulis, menjaga secara konsisten, tekun, rajin, dan terus berusaha menulis. Tundukkan semua hambatan dan halangan yang membuat sulit menulis”. Pentingnya menulis juga dinyatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, “Menulislah. Jangan pedulikan apapun hasilnya. Teruslah menulis, sebab jika Engkau tidak menulis maka Engkau akan hilang dari pusaran sejarah”.
            Buku ini memberikan inspirasi dan motivasi yang besar terhadap dunia menulis, khusunya bagi orang yang baru belajar menulis atau belum menulis. Bab demi bab yang disusun mempunyai keruntutan sehingga pembaca akan lebih mudah memahami secara gamblang. Kosa kata yang disajikan termasuk kriteria mudah dipahami jadi pembaca tidak membutuhkan kontemplasi yang tinggi. Kutipan yang diambil dari penulis sukses meningkatkan kekuatan membaca buku ini sampai batas akhir sekaligus memberikan impulsi agar tidak hanya memahami teori-teori menulis namun merealisasikan menulis. Pemberian kalimat penekanan disetiap sub bab memudahkan pembaca untuk mengambil kesimpulan sehingga pembaca yang belum paham secara mendalam akan terbantu dengan kalimat-kalimat itu.
            Suatu kesempurnaan pasti ada suatu kekurangan yang selalu mengiringi, sama halnya dengan peribahasa tak ada gading yang tak retak. Walaupun buku ini telah mendonasikan motivasi yang besar terhadap menulis namun setelah saya menginterpretasikan berdasarkan pemahaman yang telah saya ketahui, saya masih menemukan beberapa kejanggalan dari ulasan yang telah disajikan mulai dari segi isi tulisan dan aspek teknis tulisan. Kesalahan yang amat menonjol dari segi isi pernyataan terletak pada pengulangan pembahasan yaitu tentang produktivitas menulis dan jebakan plagiasi dengan habitus plagiasi. Hampir tidak ada kata yang diubah dalam pembahasan tersebut sehingga pembaca akan berprasangka bahwa penulis tidak mempunyai kreatifitas dalam menjabarkan suatu masalah. Pengulangan kata yang sama menjadikan pembaca bosan terhadap penyajian dari buku ini. Kekurangan dari aspek teknis terlihat pada halaman 177-178 dan 199-200 yang tercetak dobel. Kekurangan yang lain sudah tertupi dengan indahnya dan manfaat dari buku ini.
Buku ini sangat layak dibaca bagi semua kalangan untuk membangkitkan semangat menulis yang lebih tinggi. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia yang sederhana. Resentator sendiri merasakan banyak kenyamanan terhadap pembahasan yang diberikan dan mengucapkan beribu-ribu terima kasih, berkat perantara buku ini saya mendapat dorongan yang begitu besar untuk menyegerakan menulis. Saya tidak pernah membaca buku sekhusuk membaca buku ini, buku dengan jumlah halaman 230 itu dapat kurampungkan dalam waktu dua malam. Sungguh ini pengalaman pertama kali membaca buku secara khidmat dan memberikan perubahan secara langsung. Resentator juga berpesan agar setiap orang khususnya peserta didik sayogyanya membaca buku ini agar spirit menulis yang masih mangkrak dapat dituangkan dan menyegerakan aksi menulis.

“Berubahlah dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan mulai saat ini”.

SPI: Perkembangan Awal Peradaban Islam di Aisa Tenggara

PERKEMBANGAN AWAL PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb                                  
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul “Perkembangan Awal Peradaban Islam Di Asia Tenggara” ini dengan tepat waktu.
Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. sebagai utusan dan manusia pilihan-Nya. Beliau manusia termulia yang patut kita teladani di semua bidang dan satu-satunya manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Makalah ini menjelaskan perkembangan awal peradaban Islam di Asia Tenggara yang meliputi kerajaan-kerajaan Islam di Malaka dan Nusantara. Makalah ini disusun dengan mengambil referensi dari internet dan berbagai buku sejarah yang kami dapatkan.
Penulis menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah  Sejarah Peradaban Islam dan juga sebagai langkah awal untuk pengembangan diri kami selanjutnya. Mudah-mudahan makalah ini menambahkan wawasan bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada yang terhormat Ibu Lailatuzz Zuhriyah, S.Th.I., M.Fil.I yang telah membimbing dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan tugas ini dan semua pihak yang membantu menyusun penulisan makalah ini sampai batas akhir.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para dosen pembimbing, khususnya Ibu Lailatuzz Zuhriyah, S.Th.I., M.Fil.I dan para pembaca pada umumnya untuk kesempurnan makalah kami.
Wa’alaikumsalamWr.Wb.                        
                                                                             Tulungagung, 09 September 2014


Tim Penyusun

DAFTAR ISI






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Islam merupakan agama penyempurna yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. yang mempunyai ciri khusus dalam pembalajaran, pengajaraan dan penyebarannya. Jalan damai dan toleransi antar umat beragama mengantarkan kepercayaan masyarakat untuk mengenal Islam. Metode dan strategi yang diterapkan penyebaran agama Islam begitu menyentuh dari golongan atas sampai golongan bawah. Sehingga keindahan Islam dapat dirasakan sampai di Asia Tenggara.
Berkat perjuangan para syuhada’, Islam dapat dikenal di wilayah Asia Tenggara. Bermacam-macam suku, ras dan golongan sehingga proses masuknya Islam di Asia Tenggara memunculkan beberapa teori. Teori itu mengatakan bahwa Islam datang dari Arab, India dan Benggali.
Sementara itu Islam disebarluaskan di Asia Tenggara melalui beberapa sistem diantaranya sistem perdagangan, sistem perkawinan, sistem tasawuf, sistem pendidikan, sistem kesenian, dan sistem politik. Sebagian wilayah di Asia Tenggara Islam masuk dengan jalan damai dan tanpa ada intimidasi sehingga Islam dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Penyebaran agama Islam ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan Islam di Asia Tenggara. Semakin bertambahnya waktu agama Islam mampu mengubah kerajaan yang semula non Islam menjadi kerajaan Islam. Islam mengalami kejayaan pada masa kerajaan-kerajaan tersebut, namun seiring dengan runtuhnya kerajaan-kerajaan tersebut, agama Islam mulai merosot. Adapun penjelasan yang lebih rinci mengenai awal masuknya peradaban Islam dan kerajaan-kerajaaan Islam di Asia Tenggara, penulis akan membahas dibagian selanjutnya.



B.     Rumusan Masalah

1.     Bagaimana awal masuknya agama Islam di Asia Tenggara?
2.     Bagaimana agama Islam menyebarluas di Asia Tenggara khususnya di Indonesia?
3.     Kerajaan-kerajaan Islam apa saja yang berdiri di Nusantara dan Malaka?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk menjelaskan proses awal masuknya agama Islam di Asia Tenggara.
2.      Untuk mengaetahui cara penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.
3.      Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan Islam yang ada di di Nusantara dan Malaka

BAB II
PEMBAHASAN


A.           Proses Awal Masuknya Islam Di Asia Tenggara

Asia Tenggara atau Indo-Melayu merupakan tujuh dari wilayah kebudayaan atau peradaban Islam yang tegasnya terdiri dari wilayah-wilayah kebudayaan Arab, Islam Persia, Islam Turki, Islam Afrika (hitam), Islam Anak Benua India, Islam Indo-Melayu, dan terkhir sekali wilayah peradaban Islam di Western Hemisphere.[1]
Islam tidak serta-merta masuk ke Asia Tenggara. Ada beberapa proses yang mengantarkannya. Ragam budaya yang becampuaran akan lebih rumit dalam menganalisa yang lebih detail. Sehingga para pakar sejarah banyak yang bertentangan dalam menjelaskannya.
Berikut ini teori-teori mengenai proses awal masuknya Islam di kawasan Indo-Melayu atau Asia Tenggara:

1.        Teori Pertama

Teori pertama mengatakan bahwa Islam masuk di Asia Tenggara mulai abad pertama hijriah atau abad ketujuh masehi yang datang langsung dari Arab atau tepatnya Hadramaut. Teori ini dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander (1861), dan Verth (1876). Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, meskipun pada bagian lain menyebutkan adanya bagian dari orang-orang Mohammedan di India Timur. Sementara itu, Keyzer beranggapan bahwa Islam datang dari Mesir yang bermazhab Syafi’i, sama dengan yang dianut kaum muslimin Nusantara lainnya. Ternyata teori tersebut juga pegang oleh oleh Niemann dan de Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut bukan Mesir sebagai sumber datangnya Islam, karena mereka pengikut mazhab Syafi’i sebagaimana orang-orang Arab tanpa menyebut Timur Tengah yang kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India.[2]2 Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang Arab” tanpa mengungkapkan lebih dalam apakah dari Hadramaut, Mesir atau bahkan India.[3]
Teori ini juga diterapkan oleh Hamka, yang menjelaskan bahwa Islam pertama kali dibawa oleh muslim Arab walaupun ada peran antara Persia dan India. Begitu juga pendapat dari Al Attas yang memperjelas bahwa Islam di Asia Tenggara langsung dibawa oleh Muslim Arab. Pernyataan itu, dia buktikan dengan perubahan konsep dan istilah kunci literatur Melayu-Indonesia pada abad ke-10 sampai ke-11. Begitu juga sebelum abad ke-17 masehi, seluruh literatur yang searah dengan keagamaan di Asia Tenggara berasal dari Arab bukan dari India atau Persia. Teori pertama ini menjadi titik tumpu yang digunakan para ahli sejarah dalam menganalisa sejarah Islam di Asia Tenggara. Karena telah mendapatkan banyak bukti yang ditemukan.

2.      Teori Kedua

Teori kedua menyatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh Pijnepel tahun 1872 M. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Sulaiman, Marcopolo dan Ibnu Batutah, ia menyimpulakan bahawa orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i, Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam di Asia Tenggara. Ia mendukung teori ini kemudian mengatakan bahwa melalui perdagangan, sangat memungkinkan terselenggaranya hubungan antara dua wilayah, diperkuat dengan istilah-istilah Persia-yang dibawa dari India-digunakan oleh pelabuhan kota-kota di Asia Tenggara. Teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang melihat para pedagang kota pelabuhan Dhaka di India Selatan sebagai pembawa Islam ke wilayah Islam baru ini. Pada perkembangannya teori tersebut kemudian lebih lanjut dikembangkan Mrrison (1951), dengan merujuk tempat yang pasti bahwa Islam datang dari India. Ia merujuk Pantai Koromandel sebagai pelabuhan tempat bertolaknya para pedagang muslim dalam pelayaran mereka menuju Nusantara.[4]
Menurut teori kedua ini, perjalanan Islam dari India berawal dari orang-orang Arab yang yang bermazhab Syafi’i menetap diwilayah India kemudian mereka berdagang ke Asia Tenggara sekaligus menyebarkan agama Islam. Mereka merupakan penyebar agama Islam pertama kali di wilayah Indo-Melayu kemudian diteruskan oleh orang-orang Arab yang di sebut Habib (keturunan dari Nabi Muhammad SAW.). Teori kedua ini tidak begitu kuat karena pada dasarnya Islam dibawa oleh orang Arab yang berpindah atau bermukim di India.

3.      Teori Ketiga

Teori ketiga, teori yang dikembangkan oleh Fatimi bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh). Ia mengutip keterangan Tome Peres yang mengemukakan bahwa kebanyakan orang Islam terkemuka di Pasai adalah orang benggali dan atau keturunan mereka. Dan Islam pertama kali muncul di Semenanjung Malaya, dari arah Pantai Timur bukan dari Barat (Malaka), pada abad ke-11 M melalui Kantong, Phanrang (Vietnam), Leren dan Trengganu. Ia beralasan bahwa secara doktrin Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang diperkuat dengan elemen-elemen yang ada  di Trengganu lebih mirip dengan prasasti yang ada di Leren. Sementara Drewes, mempertahankan teori Snouck, bahwa teori Fatimi ini tidak dapat diterima , terutama karena penafsirannya atas prasasti yang ada dinilai merupakan “perkiraan liar belaka”. Lagi pula mazhab Syafi’i seperti di Semenanjung dan Nusantara secara keseluruhan.[5]
Teori ketiga ini menekankan pada kesamaan prasasti yang ada. Misalnya prasasti yang ada di Trengganu mirip dengan prasasti yang ada di Persia. Teori ketiga ini dinilai sangat lemah. Penemuan yang didapat hanya menitikberatkan pada sebagian kecil tanda-tanda dari Persia. Sedangkan ciri utama Islam di Indo-Melayu atau Asia Tenggara lebih menonjol pada mazhab Syafi’inya.
Dari penjelasan terdapat persamaan dan perbedaan bagaimana Islam masuk di Asia Tenggara. Teori pertama dan kedua sama-sama menjelaskan bahwa Islam dibawa oleh orang-orang bermazhab Syafi’i. Sedangkan teori ketiga menjelaskan kesamaan keturunan dari orang-orang Benggali dengan masyarakat Indo-Melayu. Perbedaan yang paling mengarah yakni negara asal dari pesyiar agama Islam di wilayah tersebut.
Sementara itu, mengenai proses awal masuknya Islam di Asia Tenggara tidak berlangsung secara serta-merta, tetapi melalui beberapa tahap. Penetrasi Islam Asia Tenggara secara kasar dapat dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut.
1.        Tahap pertama, dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan, akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit pada kurun abad keempat belas dan lima belas.
2.        Tahap kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonialisme Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina sampai abad ke-19.
3.        Tahap ketiga, bermula pada abad ke-20 dengan terjadinya liberalisasi kebijakan pemerintah kolonial terutama di Indonesia.[6]

B.            Cara Masuknya Islam Di Indonesia

Agama Islam yang sebagai pelopor kedamain di dunia mempunyai cara tersendiri dalam memberikan pengenalan kepada masyarakat. Nabi Muhammad SAW. yang sebagai pemimpin terbaik dimuka bumi ini  merupakan suri tauladan para pesyiar Islam. Kesuksesan yang diraih nabi Muhammad SAW. dalam semua bidang tak lain karena strategi yang digunakan mampu bersaing dan bahkan mengalahkan musuhnya.
Sebagian cara yang digunakan pesyiar Islam di Asia Tenggara menggunakan jalan damai. Berbeda dengan penyebaran agama Islam di Spanyol. Islam masuk di Spanyol dengan cara mengirim pasukan dan memberikan penyerangan. Cara kedamain yang digunakan oleh pesyiar Islam di Asia Tenggara telah menorehkan hasil yang brilian. Dan pada akhirnya Islam dapat dikenal di wilayah Nusantara.
Proses islamisasi terus mengalir. Para pejuang Islam yang datang dari Arab, India dan Benggali semakin paham bagaimana cara terbaik dalam menyebarkan Islam yang dapat diterima oleh masyarakat di Asia Tenggara. Islam lebih awal diterima di daerah pesisir karena di daerah itu merupakan persinggahan awal  untuk terjun ke masyarakat.
Interaksi kepada masyarakat  luas  digunakan sebagai modal utama dalam memberikan pemahaman Islam. Kedamaian yang diciptakan dalam pengenalan Islam membawa masyarakat lebih nyaman dan membuat rasa ingin tahu mereka datang. Sehingga proses islamisasi tidak ada intimidasi atau datang langsung dari hati.
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada 6,[7] yaitu:

1.        Saluran Perdagangan

Perdagangan merupakan salah satu cara yang paling cocok dalam memberikan pengenalan atau pemahaman apapun.  Banyak yang sukses dalam misinya dengan menggunakan cara berdagang. Misalnya nabi Muhammad SAW. beliau sudah mengenal sekaligus menjalankan sistem berdagang sejak umur 12 tahun yang diajak pamannya Abu Thalib untuk gabung dalam kafilah dagang ke Syria. Contoh tersebut telah memberikan cukup bukti bahwa berdagang merupakan strategi terbaik dalam memberikan pengaruh terhadap orang lain.
Sejauh menyangkut kronologi dan pola geografi penyebaran Islam, jelas bahwa unsur perdagangan adalah paling penting dalam menentukan kejadian-kejadian. Dalam pengertian ini, Islam mengikuti jalur perdagangan. Sumatera Utara, yang jalur perdagangan dari India dan Barat mencapai Nusantara, merupakan tempat pertama bagi Islam untuk memperoleh pijakan yang kuat. Malaka sebagai pusat perdagangan utama dikawasan ini pada abad ke-9 dan ke-15 merupakan kubu besar Islam. Dari sini selanjutnya Islam disebarkan disepanjang jalur-jalur perdagangan; kearah timur laut sampai ke Brunei dan Sulu, ke arah tenggara sampai ke pelabuhan-pelabuhan Jawa Utara dan Kepulauan Maluku.[8]
Islam masuk di Asia Tenggara pertama kali dengan melalui saluran perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia.[9] Dengan cara seperti ini para pesyiar Islam dapat bersosialisasi dan memberikan pemahaman secara langsung dengan masyarakat. Banyak kalangan yang diuntutungkan melalui sistem perdagangan ini. Para kaum bangsawan juga merasakan hiruk-pikuk perdagangan sehingga proses islamisasi tidak hanya tertuju pada kalangan bawah.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 (abd 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.[10] Akhirnya Islam mampu menyebar sampai kalangan kerajaan. Sehingga adanya Islamisasi di tingkat kerajaan membuat perkembangan yang signifikan terhadap kalangan bawah.

2.        Saluran Perkawinan

Proses islamisasi terus mengalami perkembangan. Banyak dari kalangan saudagar Islam berbondong-bondong mencari penghasilan di Asia Tenggara. Kesuksesanya dalam bidang perekonomian memberikan kepercayaan kepada masyarakat pribumi khususnya bangsawan untuk menikahkan puteri-puterinya kepada saudagar Islam. Sebelum resepsi pernikahan diadakan persaksian untuk masuk Islam. Proses seperti ini terus berlanjut. Keluarga yang semula non Islam berpindah untuk meyakini agama Islam.
Metode seperti ini memberikan kemudahan saudagar Islam dalam memperluas syiarnya. Para pesyiar Islam yang mempunyai perekonomian lebih sejahtera dibanding masyarakat pribumi menikahkan putera-puterinya dengan masyarakat pribumi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang menurunkan Raden Fatah (raja pertama Demak) dan lain-lain. Akhirnya memunculkan keturunan Islam baru sehingga terbentuk wilayah pemukiman atau kampung Islam.[11]

3.        Saluran Tasawuf

Pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Kehidupan mistik bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi kepercayaan mereka.[12]  Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20.[13]
Ajaran-ajaran tasawuf pada saat ini masih kental diberikan di tingkat pendidikan pondok pesantren yang masih salafi sebagai landasan untuk terjun kemasyarakat. Ritual-ritual seperti puasa dan wirid diberikan sebagai penahan hawa nafsu. Dalam mempelajari ilmu tasawuf harus ada seorang guru yang ahli di bidang itu, tidak diperbolehkan belajar hanya dari buku-buku atau kitab-kitab yang ada. Namun tidak semua orang bisa mendalami ilmu tasawuf, hanya orang-orang tertentu dan orang-orang terpilih yang mampu mahir atau menguasai ilmu tasawuf.

4.        Saluran Pendidikan

Proses islamisasi juga dilakukan melalui sarana pendidikan. Tempat pengajaran biasanya dilakukan di langgar-langgar atau pesantren. Pengajaran di langgar merupakan pengajaran permulaan sedangkan pengajaran di pesantren ditujukan bagi mereka yang ingin mencurahkan perhatiannya kepada pelajaran-pelajaran agama Islam.[14] Pesantren merupakan salah satu pendidikan dalam pembentukan moral yang lebih baik. Di pesantren hampir semua pelajaran berkaitan dengan moral atau akhlak.
Jalur pendidikan digunakan oleh para wali khususnya di Jawa dengan membuka lembaga pendidikan pesantren sebagai tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh Islam di kemudian hari. Setelah keluar dari pesantren atau pondok, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri di Gresik. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk melakukan dakwah Islam disana.[15]

5.        Saluran Kesenian

Para penyebar Islam juga menggunakan  kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti walisongo untuk menarik perhatian dikalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik kepada ajaran-ajaran Islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya Sunan Kali Jaga. Adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah meminta bayaran pertunjukan seni, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi dalm cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan media islamisasi, seperti sastra (hikayat, babat, dan sebagainya), seni arsitektur dan seni ukir.[16]

6.        Saluran Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

C.           Kerajaan-Kerajaan Islam di Asia Tenggara

Agama Islam masuk di Asia Tenggara dibuktikan telah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Perkembangan dan keberadaan kerajaan Islam tidak terlewatkan karena perjuangan para pesyiar Islam. Mereka telah babat alas (Indonesia: memualai) wilayah Asia Tenggara dengan berbagai cara dan akhirnya dapat menaklukkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam.
Adapun Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan ini diberikan sebagai jalan lalu lintas antara Asia Timur dan Asia Barat bagi para pedagang yang hendak keluar masuk pelabuhan Asia Tenggara. Sedangkan Aceh  menjadi pintu masuk para pendatang Islam dari Asia Barat sehingga mendapat julukan Serambi Mekah.[17]
Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 M, langsung dari tanah Arab dan dibawa oleh saudagar muslim melalui dua jalur perdagangan, yakni jalur utara dengan rute Arab (Mekah dan Madinah) –Damaskus – Bagdad - Gujarat (Pantai barat India) - Sri Lanka - Indonesia dan jalur selatan dengan rute Arab (Mekah dan Madinah) – Yaman – Gujarat (Pantai barat India) - Sri Lanka - Indonesia. Perkembangan Islam di Indonesia sangat pesat dan hampir merata diseluruh pelosok Nusantara.
Berikut ini beberapa kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berkuasa di Asia Tenggara.

1.        Kerajaan Malaka

Kerajaan ini terletak di Semenanjung Malaka. Malaka mempunyai letak yang strategis yang menempati di dekat pelayaran atau pelabuhan dimana banyak para pedagang yang melewati di daerah itu. Para pedagang yang singgah dapat menikmati kawasan Malaka sambil mencari keuntungan dengan memasarkan barang dagangannya.
Menurut Hamka, raja Malaka yang pertama adalah seorang raja Hindu Permaisura. Permaisura (Permaeswara) dikenal sebagai raja yang pernah bertahta di Kerajaan Singapura. Oleh karena itu, ketika Sayid Abdul Aziz seorang alim dari Jeddah mengajak baginda masuk Islam, diterimanyalah ajakan tersebut. Karena baginda telah merasakan sendiri betapa telah hilangnya rasa hormat terhadap agama Hindu yang menjadi alasan Kerajaan Majapahit yang telah merampas mahkotanya. Parameswara yang telah masuk Islam itu kemudian menikah dengan puteri dari Pasai. Menurut Slamet Mujana, atas bujukan permaisuri, Parameswara masuk Islam dan bergelar Megat Iskandar Syah.[18]

2.        Kerajaan Islam Pattani (Abad ke-15 M)

Kehadiran Islam di Pattani dimulai dengan kedatangan Syaikh Said, mubaligh dari Pasai, yang berhasil menyembuhkan Raja Pattani bernama Phaya Tu Nakpa yang sedang sakit parah. Phaya Tu Nakpa (1486-1530 M) beragama Buddha, kemudian masuk Islam dan bergelar Sultan Islamil Syah. Kesultanan Pattani kemudian menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan, terutama bagi pedagang dari China dan India. Kejayaan Pattani berakhir setelah dikalahkan Kerajaan Siam dari Bangkok. Peninggalan sejarah Pattani berupa nisan kubur yang disebut Batu Aceh yang melambangkan kedekatan hubungan dengan Samudra Pasai.[19]

3.        Kerajaan Brunei Darus Salam

Raja pertama Brunei adalah Awang Betatar, beliau tertarik menerima Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad Syah. Setelah itu, seluruh keluarga istana masuk Islam, termasuk putra Sultan Muhammad Syah yang kelak menggantikannya menjadi Sultan kedua, yaitu Sultan Ahmad.
Pada tahun 1511 M, Kerajaan Melayu Malaka jatuh ke tangan Portugis. Maka atas kekosongan ini Brunei mengambil alih menjadi pusat penyebaran Islam dan  perdagangan di Kepulauan Melayu. Di zaman pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521 M), Sultan Brunei ke-5, Brunei berkembang menjadi suatu Kerajaan yang kuat dan maju. Sultan Bolkiah gemar mengadakan ekspedisi pelayaran hingga diberi gelar Nahkoda Ragam. Pada tahun 1564 M, Gubernur Spanyol Francesco de Sande memperingatkan pemerintah Brunei agar tidak melakukan aktivitas dakwah Islam ke dalam daerah kekuasaannya di Kepulauan Sulu-Mindanao dan Filipina yang berada di bawah kekuasaannya. Kerajaan Brunei merupakan Kerajaan Islam yang makmur di Kawasan Asia Tenggara.
Adapun secara lengkap Raja-Raja Brunei Darus Salam adalah
a.       Sultan Muhammad Syah (1405-1415)
b.      Sultan Ahmad (1415-1425)
c.       Sultan Sharif Ali (1425-1433)
d.      Sultan Sulaiman (1433-1473)
e.       Sultan Bolkiah (1473-1521)
f.       Sultan Abdul Kahar (1521-1575)
g.      Sultan Saiful Rijal (1575-1600)
h.      Sultan Syah Brunei (1600-1605)
i.        Sultan Hassan (1605-1619)
j.        Sultan Abdul Jalilul Akbar (1619-1649)
k.      Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1649-1652)
l.        Sultan Muhammad Ali (1652-1660)
m.    Sultan Abdul Hakkul Mubin (1660-1673)
n.      SultanMuhyiddin (1673-1690)
o.      Sultan Nassaruddin (1690-1705)
p.      Sultan Hussin Kamaluddin (1705-1730)
q.      Sultan Muhammad Alauddin (1730-1745)
r.        Sultan Omar Ali Saifuddin I (1762-1795)
s.       Sultan Muhammad Tajuddin (1796-1807)
t.        Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1806-1807)
u.      Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1829)
v.      Sultan Muhammad Alam (1825-1828)
w.    Sultan Pengiran Muda Omar Ali Saifuddin II (1829-1852)
x.      Sultan Abdul Momin (1852-1885)
y.      Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
z.       Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
aa.   Sultan Ahmad Tajuddin Akhazul Khairi Waddien (1924-1950)
bb.  Sultan Omar ali Saifuddien III (1950-1967)
cc.   Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzadin Waddaulah (1967-sekarang).[20]

4.        Kerajaan Islam Sulu (Abad ke-15)

Kesultanan Sulu merupakan Kesultanan Islam yang terletak di Filipina bagian selatan. Islam masuk dan berkembang di Sulu melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka dan Filipina. Islam di Sulu dibawa oleh Syarif Karim Al-Makdum, yaitu mubaligh Arab yang ahli dalam ilmu pengobatan.
Di dalam silsilah Sultan Sulu secara jelas dinyatakan bahwa Sayid Abu Bakar dijadikan Sultan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk Bwansa dan pemimpin-pemimpin  mereka pastilah orang yang telah memeluk agama Islam dan memiliki kemauan untuk menerima suatu Kerajaan Islam di negerinya. Oleh karena itu, Islam diterapkan oleh Sayid Abu Bakar baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan masyarakatnya.[21]
Para penguasa kesultanan Sulu di Filipina Selatan dimulai sejak Syarif Abu Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim) (1405-1420 M) hingga Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 Sultan. Diantaranya adalah Sultan Abu Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim), Sultan Kamaludin bin Syarif Abu Bakar, Sultan Alauddin bin Syarif Abu Bakar.

5.        Kesultanan Johor (Abad ke-16)

Kesultanan Johor berdiri setelah Kesultanan Malaka dikalahkan oleh Portugis (1511 M). Sultan Alaudin Riayat Syah membangun Kesultanan Johor sekitar tahun 1530-1536. Masa kejayaan kesultanan ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kesultanan Johor memperkuat dirinya dengan mengadakan aliansi bersama kesultanan Riau sehingga disebut kesultan Johor-Riau. Kesultanan Johor Riau berakhir setelah Raja Haji wafat dan wilayahnya dikuasai oleh Belanda.
Adapun para Sultan Johor adalah:
a.       Sultan Alaudin Riayat Syah
b.      Sultan Muzafar Syah
c.       Sultan Abdul Jalil Riayat Syah I
d.      Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II.

6.        Kerajaan Perlak

Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada abad ke-3 Hijriyah (abad ke-9 Masehi).[22]
Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan dakwah dibawah pimpinan nahkoda khalifah. Kerajaan Perlak didirikan oleh Sayid Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alauddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Menurut Prof. A. Hasjmy nahkoda khalifah diduga berasal dari keturunan bani khalifah yang berasal dari Jazirah Arab.[23]
Angkatan dakwah yang dipimpin nahkoda khalifah berjumlah 100 orang,  yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Mereka menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy menikah dengan seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi. Dari pernikahan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab-Perlak yang kemudian setelah dewasa dilantik menjadi raja Kerajaan Perlak pada tahun 225 H.
Adapun para raja Kerajaan Perlak adalah sebagai berikut.
a.       Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M)
b.      Sultan Alaiddin Maulana Abdur Rahim Syah (864-888 M)
c.       Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913 M)
d.      Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918 M) terjadi pergolakan (918-928 M)
e.       Sultan Makhdum Alauddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (928-932 M)
f.       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (932-956 M)
g.      Sultan Makhdum Abdul Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (956-983 M).[24]

7.        Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai terletak di pesisir timur laut Aceh dan ibukotanya di Sungai Murai Pasangan. Maurah Selu merupakan pendiri Kerajaan Samudra sejak tahun 1261-1289 M.
Samudra Pasai mengalami puncak kejayaan pada masa Sultan Malik Azh-Zhahir.[25] Sultan Malik Azh-Zhahir merupakan putra dari Sultan Malik Ash-Saleh.
Ibnu Battutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan disana. Kerajaan Samudra Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.[26]
Adapun para raja yang pernah memerintah di Kerajaan Samudra Pasai adalah sebagai berikut.
a.       Sultan Malik Azh-Zhahir (1297-1326 M)
b.      Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1326-1345 M)
c.       Sultan Manshur Malik Azh-Zhahir (1345-1346 M)
d.      Sultan Ahmad Malik Azh-Zhahir (1345-1383 M)
e.       Sultan Zainal Abidin Malik Azh-Zhahir (1383-1405 M)
f.       Sultan Nahrasiah (1405 M)
g.      Sultan Abu Zahid Malik Azh-Zhahir (1455 M)
h.      Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1455-1477 M)
i.        Sultan Zainal Abidin (1477-1500 M)
j.        Sultan Abdullah Malik Azh-Zhahir (1500-1513 M)
k.      Sultan Zainal Abidin (1513-1524 M).[27]
Kerajaan Samudra Pasai berakhir tahun 1524 M, ketika direbut oleh kerajaan Aceh Darussalam dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah.[28]

8.      Kerajaan Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh Darussalam terletak di pulau Sumatra Barat. Kerajaan Aceh Darussalam didirikan pada tahun 1524 M oleh Sultan Ali Mughayat Syah. “Kerajaan ini mencapai puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M).”[29]
Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatra. Ia memerintah dengan keras dalam menentang penjajah Portugis. Setelah itu, kedudukannya digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani yang memerintah lebih liberal. Pada masa perkembangan ilmu pengetahuan Islam mengalami masa keemasannya. Akan tetapi, setelah beliau meninggal, semua penguasaannya dari kalangan perempuan (1641-1699 M), yaitu Sultanah Shafiyatuddin Syah, Zakiyatuddin Syah, dan Naqiyatuddin Syah sehingga kekuasaan mengalami kelemahan, yang pada akhirnya pada abad ke-18 kebesarannya mulai menurun.
Pada masa Kerajaan ini, perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju yang memunculkan tokoh-tokoh ulama seperti:
a.       Syaikh Abdullah Arif (dari Arab)
b.      Hamzah Al-Fanshuri (toktoh tasawuf)
c.       Syamsuddin Al-Sumatrani (1630 M), dan
d.      Abdurrauf Singkel (1693 M).[30]

9.      Kerajaan Siak (Islam)

Kerajaan ini terletak di Kepulauan Riau di Selat Malaka. Raja Islam pertama yaitu Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M).  Kerajaan Siak di zaman Islam memiliki wilayah yang cukup luas dan bernaung dibawah kekuasaan Kerajaan Siak, baik didalam penyebaran agama Islam maupun dalam menghadapi imperalisme Portugis dan Belanda.
Raja-Rajanya adalah sebagai berikut.
a.         Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M)
b.        Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1756 M)
c.         Sultan Ismail Abdul Jalil Jamaluddin Syah (1756-1766 M)
d.        Sultan Abdul Jalil Amaluddin Syah (1766-1780 M)
e.         Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah (1780-1782 M)
f.         Sultan Yahya Abdul Jalil Muzafar Syah (1782-1784 M)
g.        Sultan Sayid Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin (1784-1810 M)
h.        Sultan Sayid Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815 M)
i.          Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin (1815-1864 M)
j.          Sultan Sayid Syarif Qasim Saifuddin I (1864-1889 M)
k.        Sultan Sayid Syarif Hasyim Saifuddin (1889-1908 M)
l.          Sultan Sayid Syarif Qasim Saifuddin II (1908-1946 M).[31]

10.  Kerajaan Islam Palembang Darussalam

Pada awalnya Kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Demak. Sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1472 M).
Pendapat lain menyatakan Kerajaan Islam Palembang didirikan oleh Raja Pertama Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidil Islam (1659-1706 M), dengan gelar Pangeran Aria Kusuma Abdurrahim.
Pengetahuan dan keilmuwan Islam berkembang pesat dengan hadirnya ulama Arab yang menetap di Palembang. Kesultanan Palembang menjadi Bandar transit dan eksor lada karena letaknya yang strategis. Belanda kemudian menghapus Kesultanan Palembang setelah berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badaruddin. Salah satu peninggalan Kesultanan Palembang adalah Masjid Agung Palembang yang didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Abdur Rahman.
Raja-Rajanya adalah sebagai berikut
a.       Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidil Islam (1659-1706 M)
b.      Sultan Muhammad Mansur (Pangeran Hingga Laga) (1706-1714 M)
c.       Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (Raden Uju) (1714-1724 M)
d.      Sultan Mahmud Badaruddin (Pangeran Ratu Joyo Wikromo) (1724-1758 M)
e.       Sultan Ahmad Najamuddin (P. Adi Kesuma, Raden Banjar) (1758-1776 M)
f.       Sultan Mahmud Bahauddin (1776-1803 M)
g.      Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1813 M)
h.      Sultan Ahmad Najamuddin II (1813-1817 M)
i.        Sultan Ahmad Najamuddin III (1819-1821 M)
j.        Sultan Ahmad Najamuddin P. Anom (1821-1823 M)
k.      Pangeran Kerama Jaya (Raden Abdul Azim Purbolinggo) (1823-1825 M).[32]

11.  Kerajaan Demak

Demak adalah kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah. Raden Patah memerintah pada tahun 1500-1518 M setelah beliau meninggal digantikan oleh anaknya yang bernama Adipati Yunus pada tahun 1518-1521 M. Adipati Yunus wafat sekitar tahun 1521 M, lalu digantikan oleh Sultan Trenggono.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, penyebaran Islam memperoleh perhatian besar. Masjid Demak yang awalnya dibangun oleh Raden Patah, lalu dipugar kembali oleh Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono wafat ketika berusaha menguasai Pasuruhan. Kemudian kedudukannya digantikan oleh adiknya yaitu Sunan Prawoto. Pada masa Sunan Prawoto terjadi kerusuhan lalu ia terbunuh dan digantikan oleh Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Arya Panansang. Pada masa inilah kemudian Kerajaan Demak dipindah ke Pajang.
Adapun Sultan Kerajaan Demak adalah
a.       Raden Fatah (Sultan Fatah) (1478-1518 M)
b.      Adipati Yunus (1518-1521 M)
c.       Sultan Trenggono (1521-1546 M)
d.      Sunan Prawoto (1546-1546 M).[33]

12.  Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang merupakan penerus atau pewaris kerajaan Demak. Kerajaan tersebut terletak di Kartasura yang menjadi kerajaan pertama yang terletak di pedalaman pulau jawa.
Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman penguasa Pajang itu, menurut Babad, dibangun dengan mencontoh kraton Demak.[34]
Pada tahun 1546 M Sultan Demak meninggal dunia setelah itu muncul kekacauan di ibu kota. Jaka Tingkir yang telah menjadi penguasa Pajang itu dengan segera  mengambil alih kekuasaan karena anak sulung sultan Trenggono yang menjadi pewaris tahta kesultanan, Susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Aria Penangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang (Bojonegoro sekarang).[35] Jaka tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya setelah dia mengambil alih kekuasaannya. Dia memperluas pemerintahannya sampai ke daerah Madiun, Blora (1554 M) dan Kediri (1577 M).
Sepeninggalan Sultan Hadiwijaya pada tahun 1587 M kedudukannya digantikan oleh Arya Penggiri, anak Sunan Prawoto, sementara anak Sultan Hadiwijaya , yaitu Pangeran Benowo diberi kekuasaan di Jipang.[36] Namun dia memberontak kepada Aria Penggiri dan dapat menaklukanya. Pangeran Benowo mendapat pusaka Kerajaan Pajang yang kemudian dipindah ke Mataram. Sehingga Kerajaan Pajang dibawah kekuasaan Mataram.
Riwayat Kerajaan Pajang berakhir tahun 1618 M. Kerajaan Pajang waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu dibawah Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.[37]

13.  Kerajaan Mataram Islam

Penguasa pertama kerajaan tersebuat adalah Panembahan Senopati. Ia berkuasa sampai tahun 1601 M. sepeninggalannya, ia digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang atau Sultan Seda ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M. Setelah itu kekuasaan tersebut dilanjutkan oleh Sultan Agung yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusuma Sayidin Panatagama Khalifatullah ing Tanah Jawi (1613-1646).
Sultan Agung wafat 1646 M dan dimakamkan di Imogiri.  Tindakan pertama pemerintahannya adalah menumpas pendukung Pangeran Alit dengan membunuh para ulama yang dicurigai.  Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh (1647 M). Pada tahun 1677 M dan 1678 M pemberontakan para ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan runtuhnya Keraton Mataram.[38]

14.  Kerajaan Cirebon

Kerajaan cirebon merupakan kerajaan pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Syarif Hidayatullah atau disebut Sunan Gunung Jati. Dia merupakan keponakan dari Walangsungsang yang masih punya hubungan dara dengan raja Pajajaran.
Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M, dan wafat pada 1568 M dalam usia 120 tahun.[39] Setelaah beliau wafat kedudukannya digantikan oleh cicitnya Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat 1650 M, dan digantikan oleh puteranya yang bergelar Panembahan Girilaya. Jasanya begitu besar sehingga pada saat ini makamnya tidak pernah sepi dari peziarah.
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syrif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon  dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Bart seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. [40]
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai Pangeran Girilaya itu. Sepeninggalnnya, sesuai dengan kehendakanya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua puteranya, Matwijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Panembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan sebagai rajanya yang pertama dengan gelar Syamsudin, sementara Panembahan Anom memimpin Kasultanan kanoman dengan gelar Badrudin.[41]

15.  Kerajaan Banten

Banten merupakan kota yang berada disebelah utara pantai Jawa.  Pembawa Islam pertama kali di daerah ini adalah Sunan Gunung Jati dari Cirebon sekitar tahun 1524 M atau 1525 M.
Setelah ia kembali ke Cirebon kekuasaanya diserahkan kepada anaknya yaitu Sultan Hasanudin. Hasanudin kemudian menikahi puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten pada tahun 1552 M. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam me;luaskan wilayah Islam, yaitu ke Lampung dan daerah sekitarnya di Sumatra Selatan, setelah sebelumnya tahun 1527 menaklukkan Sunda Kelapa.[42]
Pada tahun 1570 M kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu pangeran Yusuf. Ia dapat menaklukkan Pakuwan pada tahun 1579 M. Setelah ia wafat pada tahun 1580 , ia digantikan oleh putranya yaitu Maulana Muhammad yang bergelar Kanjeng Ratu Banten, ia meninggal pada tahun 1596 dalam usia 25 tahun. Kemudian kedudukannya digantikan oleh putranya yang masih kecil yaitu Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir yang secara resmi memerintah pada tahun 1638 M. “Pada tahun 1638 mendapa gelar Sultan dari Mekah. Dialah raja Baten pertama dengan gelar Sultan yang sebenarnya. Ia meninggal tahun 1651  dan digantikan oleh cucunya Sultan Abdulfatah.”[43]
Pada masa Sultan Abdul terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dan VOC yang berakhir dengan disetujuinya perjanjian perdamaian tahun 1659 M.[44]

16.  Kerajaan Sukadana (Kalaimantan Barat)

Kerajaan Islam Sukadana terletak di barat daya Kalimantan. Pada tahun 1590 M, Sukadana dibawah pengaruh Kerajaan Demak. Raja Sukadana yang pertama kali masuk Islam adalah Giri Kusuma. Kemudian Ia dinobatkan sebagai Raja Islam pertama di Kerajaan Islam Sukadana. Raja-raja Sukadana yang banyak berjasa dalam penyiaran agama Islam di Kalimantan adalah
a)      Giri Kusuma yang menjadi raja pada tahun 1590 M;
b)      Sultan Muhammad Syafruddin yang meninggal pada tahun 1677.
Pada tahun 1725 M, Kerajaan Islam Sukadana melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Demak. Sukadana runtuh ketika penjajah Belanda menguasai Kalimantan tahun 1787 M. Kerajaan Sukadana berdiri selama satu abad.[45]

17.  Kerajaan Banjar (Abad ke-16)

Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha  yang beragama Hindu. Peristiwa ini dimulaiu ketika terjadi pertentangan dalam keluaraga istana, antara pangeran Samudra sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Temanggung.[46]
Pada awal peperangannya Pangeran Samudra mampu menaklukkan Muara Bahan. Yang banyak dikunjungi oleh pedagang luar seperti dari Jawa, Gujarat, dan Malaka.
Peperangan terus berlangsung. Pangeran Samudra meminta bantuan kepada Kerajaan Demak. Raja Demak bersedia membantu dengan syarat Pangeran Samudra masuk Islam. Ia menyetujui dan Raja Demak mengirimkan tentara kurang lebih seribu yang di ketuai oleh  Khatib Dayan sekaligus bertugas menyebarkan agama Islam.
Dalam peperangan tersebut Pangeran Samudra dan kerabat istananya mendapatkan kemenangan dan menepati janjinya untuk masuk Islam. Setelah masuk Islam pangeran Samudra diberi nama Sultan Suryanullah atau Syuriansyah yang menjadi raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Penyebaran Islam secara luas disebarkan oleh Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari. Kerajaan banjar terajadi perselisihan karena  diangkatnya Pangeran Tajmidillah (1857-1859) yang diangkat oleh Belanda.
Para Sultan yang memerintah kerajaan Banjar antara lain: Sultan Adam (1827-1857 M), Pangeran Tajmidillah (1859 M) yang memihak Belanda, Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari berperang melawan Belanda sekitar tahun 1862-1863 M.

18.  Kerajaan Goa (Makassar)

Kerajaan Goa dinyatakan sebagai kerajaan Islam sejak tahun 1603 M. Karaeng Toniggolo merupakan raja yang pertama kali memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam, ia bergelar Sultan Alaudin Awaalul Islam. Ia memerintah sejak 1591-1538 M.
Pada tahun 1654-1660 M, Kerajaan Goa diperintah oleh Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Goa berkembang dan maju. Wilayah perkembangannya, meliputi: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau sekitarnya dan Sumbawa.[47] Pada tahun 1660 Sultan Hasanuddin turun tahta dan digantikan oleh pleh anaknya yaitu Mapasomba.
Kerajaan Makassar berdiri kuarang lebih 65 tahun, sejak diproklamirkan oleh Sultan Alaudin Awaalul Islam tahun 1603 M sampai tahun 1669 M.

19.  Kerajaan Bugis

Kerajaan Islam Bugis mula-mula bukan kerajaan Islam. Raja Bugis yang pertama masuk adalah Lamdu Sadat. Setelah ia mangkat digantikan oleh putranya yang bernama Apu Tanderi. Kerajaan Bugis meliputi Wajo, Sopeng, Sindenringi, Tanette, dan lain-lain. Ibukotanya adalah Lawu. Kerajaan ini berdiri semasa dengan Kerajaan Goa yang berpusat di Makassar.[48]

20.  Kerajaan Ternate

Raja Ternate yang pertama masuk Islam adalah Raja Gapi Buguna atas ajakan Maulana Husein. Setelah masuk Islam, maka Ternate dinyatakan sebagai kerajaan Islam. Raja Gapi Buguna memerintah dari tahun 1465-1486 M setelah ia mangkat namanya dikenal sebagai Raja Marhum.[49] Setelah ia meninggal dunia, tahtanya digantikan anaknya yang bernama Zainal Abidin Sultan Ternate. Pada tahun 1495 M pemerintahannya diserahkan kepada wakilnya karena ia belajar Islam di Jawa kepeda Sunan Giri.
Semasa pemerintahan Sultan Khairun tahun 1564 M Ternate sudah dijajah oleh Portugis yang dipimpin oleh Mesquita. Ia mengadakan perjanjian dengan Portugis bahwa Ternate dibawah perlindungan Portugis.
Pada tahun 1565 M, Sultan  Khairun memaklumkan perang Sabil melawan kesewenang-wenangan de Mesquita di Ternate. Karena terdesak, Portugis mengadakan perjanjian, tetapi ketika penandatanganan perjanjian tersebut Sultan Kharun dibunuh.[50] Ia digantikan oleh Sultan Babullah (1570-1583 M).
Sultan Babullah murni memerangi Portugis dan dimenangkan oleh Ternate pada tahun 1575. Kepemimpinan setelahnya dipimpin oleh anaknya yang bernama Saidudin Barakat.

21.  Kerajaan Tidore

Kerjaan Tidore meliputi wilayah Halmahera, pantai barat Irian Jaya, dan sebagian kepulauan Seram. Raja Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Sultan Jamaluddin yang dulunya bernama Cirali Lijtu. Sepeninggalan Sultan Jamalluddin digantikan oleh putranya, Sultan Mansur.

22.  Kerajaan Bacan

Pada tahun 1521, raja Bacan yang memerintah negeri ini masuk Islam, namanya kemudian berganti menjadi Sultan Zainul Abidin. Wilayah kerajaan Bacan meliputi kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Salawati dan Misool. Ketika Portugis menguasai Maluku, ultan-sultan Bacan mereka paksa untuk masuk Kristen.[51]

23.  Kerajaan Jailolo

Raja Jailolo yang pertama kali masuk Islam adalah yang kesembilan yang akhirnya berganti nama menjadi Sultan Hasanuddin. Kerajaan Islam Jailolo berdiri tahun 1521 M. Kekuasaanya meliputi Halmaheradan pesisir utara Pulau Seram. Ketika Portugis menguasai Maluku, mereka dipaksa masuk Kristen.

24.  Kesultanan Buton Sulawesi Tenggara (Abad ke-16)

Kerajaan Buton menjadi kerajaan islam setelah Halu Oleo, raja keenam, memeluk agama Islam. Penyebaran Islam secara menyeluruh dilakukan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Pathani, seorang ulama dari Kesultanan Johor. Peninggalan kerejaan ini berupa Benteng Kraton dan  Batupoaro.

25.  Kesultanan Kutai (Abad ke-16)

Perkembangan Islam di Kesultanan Kutai ini pada masa kepemimpinan Aji Raja Mahkota (1525-1600 M). Puncak kejayaan kesultanan ini pada masa Kesultanan Aji Sultan Muhammad Salehuddin (1780-1850 M) dan mengalami kemunduran setelah ia wafat. Bukti peninggalan kesultanan ini berupa makam para sultan di Kutai Lama (dekat Anggana).

26.  Kesultanan Bima (Abad ke-17)

Kesultanan bima terletak di pulau Sumbawa bagian timur. Kesultanan ini berpindah menjadi Islam sejak raja La Ka’i memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Khair pada tahun 1620 M. Pada masa pemerintahannya (1640-1682 M) menjadi pusat penyebaran Islam kedua setelah Makassar di Timur Nusantara. Setelah ia wafat (1951 M) kesultanan ini berakhir. Peninggalannya adalah kompleks Istana yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau [intu gerbang kesultanan.



BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan

Agama Islam masuk di Asia Tenggara dibawa oleh orang-orang dari Arab (Hadramaut), India dan Benggali (Bangladesh). Proses penyebarannya melalui beberapa saluran yaitu saluran perdagangan, saluran pernikahan, saluran tasawuf, saluran pendidikan, saluran kesenian dan saluran politik.
Keberadaan Islam di Asia Tenggara dibuktikan dengan berdirinya kerajaan atau kesultanan. Kerajaan-kerajaan yang pernah menduduki di wilayah Asia Tenggara  diantaranya Kerajaan Malaka, Kerajaan Islam Pattani, Kerajaan Brunei Darussalam, Kerajaan Islam Sulu, Kerajaan Johor. Sedangkan kerajaan Islam yang pernah berkuasa di wilayah-wilayah Indonesia yaitu Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Siak Islam, Kerajaan Islam Palembang Darussalam, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram Islam, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, Keajaan Sukadana (Kalimantan Barat), Kerajaan Banjar, Kerajaan Goa (Makassar), Kerajaan Bugis, Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore, Kerajaan Bacan, Kerajaan Jailolo, Kerajaan Buton, Kerajaan Kutai dan Kerajaan Bima.

B.       Saran

Penjelasan tentang perkembangan awal peradaban Islam di Asia Tenggara yang telah kami uraikan akan memberikan sedikit jalan untuk memperdalam sejarah Peradaban Islam di Asia Tenggara.. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memperdalam pemahaman kita semua.
Kami sangat menyadari penjelasan yang kami berikan masih jauh dari kesempunaan. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memperdalam pemahaman kita semua.



 DAFTAR PUSTAKA



Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Yatim, Badri. 1996. Sejarah Peradaban Islam.  Jakarta: PT Raja Grafindo.
Apipuddin. 2010. Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad Ke-17. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Khalil, Ahmad. 2008. Islam Jawa (Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa). Malang: UIN-Malang Press.
Syaifuddin, Makhfud. Buku Ajar Acuan Pengayaan Pendidikan Agama Islam untuk SMA/MA.
Azra, Azyumardi. 1989. Perspektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Barry, M. Dahlan Al. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.
http://rangonpers.blogspot.com/2013/10/sejarah-cara-masuknya-islam-di-asia.html, diakases pada hari Jum’at, 11 September 2014 pukul 09.23 WIB.




[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm 321.
[2] ibid., Hlm. 322.
[3]Anonim, http://rangonpers.blogspot.com/2013/10/sejarah-cara-masuknya-islam-di-asia.html, diakases pada hari Jum’at, 11 September 2014 pukul 09.23 WIB.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm 321.
[5] Ibid., hlm. 323.
[6] Ibid., hlm. 323-324.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 201.
[8] Azyumardi Azra, Persepektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), hlm. 3.
[9] Ibid., hlm. 201.
[10] Ibid., hlm.191-192.
[11] Ibid., hlm. 202.
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm.307.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 202-203.
[14] Apipudin, Penyebaran Islam Di Daerah Galuh Sampai dengan Abad Ke-17, Badan  Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010, hlm. 338.
[15] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 307-308.
[16] Ibid., hlm. 308.
[17] Ibid., hlm. 325.
[18] Ibid., hlm. 325-326.
[19] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm.326-327.
[20] Ibid., hlm. 328-329.
[21] Ibid., hlm. 329.
[22]Ibid., hlm. 330.
[23] Ibid., hlm. 331.
[24] Ibid., hlm. 332.
[25] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 332.
[26] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 207.
[27] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 332-333
[28] Ibid., hlm. 333.
[29] Ibid., hlm. 333.
[30] Ibid., hlm. 333.
[31] Ibid., hlm. 334
[32] Ibid., hlm. 335.
[33] Ibid., hlm. 336.
[34] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 212.
[35] Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 64.
[36] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 337.
[37] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 214.
[38] Ibid., hlm. 215.
[39] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 216.
[40] Apipudin, Penyebaran Islam Di Daerah Galuh Sampai dengan Abad Ke-17, ..., hlm.137.
[41] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 217.
[42] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 338-339.
[43] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 219
[44] Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 73.
[45] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 339-340.
[46] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 220.
[47] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ..., hlm. 341.
[48] Ibid., hlm. 341.
[49] Ibid., hlm. 341.
[50] Ibid., hlm. 342.
[51] Ibid., hlm. 342.