Beranda rumah, beberapa hari ini menjadi tempat favoritku. Rintik
hujan sejak dua pekan
kemarin terus-menerus menyapaku ,
ditemani secangkir coklat panas dengan asap yang masih menggepul
diatasnya. Akhir-akhir ini, aku
mulai membiasakan diri untuk membaca buku setelah sholat ashar. Bukan
sekedar
novel tapi juga buku motivasi. Seiring itu, aku mulai belajar menulis, buku harian mulai penuh sesak
dengan coretan isi hati. Berbagai hal kulakuan agar bisa kukendalikan isi hatiku. Ya, tepatnya aku mulai merasa gelisah.
Jumat, 19 Juni 2015
Hijrah
HIJRAH
Di suatu pagi yang cerah saat
embun-embun masih hinggap di dedaunan, burung-burung berkicau dengan merdu dan
mulai berlalu lalang mencari secuwil makanan untuk anak-anaknya. Sang mentari
menampakkan wajah dari tidur malamnya dan tersenyum riang mengintip
aktivitas-aktivitas Arif sekeluarga. Atap yang terbuat dari tanah liat dan
sudah dilumuri lumut, dinding yang dibangun dengan bambu, dan lantai yang
langsung beralasan tanah menjadi tempat perlindungan Arif dari panas yang
menyengat dan dingin yang menggigil. Arif merupakan anak tunggal dari pasangan
Yusuf dan Maryam. Hidupnya serba sederhana namun tidak pernah mengeluh atas
kondisi yang dialami bahkan selalu memanjatkan puji syukur terhadap sang
pemilik semesta alam ini atas limpahan karunia yang telah diberikan.
Kesederhanaannya telah menjadikannya pribadi yang hebat dan kuat. Di tengah
ekonomi yang pas-pasan, dia masih sangat beruntung dapat menikmati bangku
pendidikan hingga saat ini walaupun hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah.