Sabtu, 20 Februari 2016

Ringkasan Isi Buku The Power Of Writing

The Power of Writing

Judul               : The power of writing
Pengarang       : Ngainun Naim
Penerbit           : Lentera kreasindo
Kota terbit       : Jogjakarta
Tahun terbit     : Januari 2015
Cetakan           : pertama
Deskripsi fisik : xiv + 230 hlm.; 16 x 24 cm
ISBN               : 978-602-1090-14-5
Teks                 : Bahasa Indonesia

Buku the power of writing ini ditulis oleh Ngainun Naim. Beliau merupakan salah satu dosen IAIN Tulungagung yang menjadi kebanggaan para mahasiswa dan dosen-dosen. Kemampuannya dalam bidang menulis sudah tidak diragukan lagi dibuktikan dengan karya-karyanya yang fenomenal dan juga eksistensinya dalam mengisi seminar-seminar baik dalam skala kecil maupun besar. Nama beliau sudah cukup tersohor dikoran-koran dan majalah-majalah karena artikelnya yang sering menembus redaksi-redaksi ternama. Beliau juga aktif dalam dunia maya sehingga statusnya sangat dinanti oleh para penggemarnya.
Buku ini memberikan motivasi yang tinggi untuk menyegerakan menulis. Kutipan-kutipan yang diambil dari penulis sukses menjadikan setiap pembaca  terlarut dalam pembahasan buku ini. Kata-kata yang disusun memberikan suntikan yang begitu mendalam untuk pembaca supaya mewujudkan ide-idenya dalam sebuah tulisan. Namun realisasinya, dalam menulis ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada banyak halangan yang harus dihadapi dan pastinya membutuhkan strategi yang handal untuk menghadapinya. Pertanyaan-pertayaan bagaimana cara memulai karya tulis, bagaimana menjaga stabilitas menulis, untuk apa menulis, dan bagaimana seorang penulis sukses merampungkan karya tulisnya akan dibahas secara tuntas dan mendetail berdasarkan pengalaman langsung dari penulis sehingga pembahasan akan terasa lebih menyentuh dan ingin segera mewujudkan apa yang dianjurkannya.
Buku ini terdiri dari 6 (enam) bab besar yang disajikan secara runtut yang meliputi bab tentang spirit menulis, motivasi menulis, alasan menulis, hambatan menulis, strategi menulis,  dan diakhiri dengan belajar menulis dari para tokoh.
“Spirit menulis” menjadi awal dari pembahasan yang disuguhkan dengan sangat menarik. Menulis tidak selalu berjalan mulus, semangat yang pasang surut menjadikan penulis harus mampu mengontrol spiritnya agar dapat menulis pada saat kondisi yang kurang mendukung. Bergabung dalam sebuah grup seperti www.kompasiana.com atau grup yang lainnya dapat memberikan inspirasi supaya terus menciptakan karya tulis yang terus berkelanjutan. Menulis memberikan banyak kemanfaatan seperti membangun ide-ide, memudahakan menjelaskan konsep, memudahkan evaluasi, menyerap dan mengolah informasi, dan menjadi pembelajar yang aktif. Dikisahkan juga dalam bab ini yakni seorang babu yang tulisannya mampu mencerahkan dunia menulis. Kalau babu saja dapat menulis kenapa kita sebagai orang yang dianggap mempunyai kelebihan dibidang intelektual tidak dapat menciptakan karya tulis.
Literasi harus segera ditanamkan kepada setiap orang agar dapat mengenyam pengetahuan yang lebih luas dan mampu menelurkan sebuah karya dari wawasan yang diperoleh. Di era modern ini kita dimanjakan dengan kecanggihan teknologi sehingga kita tidak kesulitan lagi untuk mencari dan menyebarluaskan ide-ide. Manfaatkan semua kecanggihan untuk merilis karya tulis agar dapat menjadi penulis yang kreatif dan tidak akan tergerus oleh waktu. Pensiun menulis bisa terjadi terhadap semua orang, hal itu disebabkan karena adanya kenyamanan dibidang lain yang lebih menguntungkan sehingga karya tulisnya menjadi terhenti. Pensiun  menulis dapat diatasi dengan mempertahankan menulis dan membangun paradigma bahwa menulis menjadikan insan yang berpengetahuan tinggi. Orisinilitas atau keaslian tulisan sangat diperlukan ditengah zaman yang marak virus plagiasi. Sejatinya hal tersebut dapat dihindari dengan selalu sabar dan  tekun dalam menulis. Tulisan yang baik dan bermutu didasari dengan wawasan yang melimpah dan pengetahuan yang lebih dapat diperoleh melalui budaya membaca. Membaca dan menulis merupakan sebuah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Menulis tanpa memperbanyak membaca bagaikan berjalan didalam kegelapan tanpa adanya penerang. Sehingga mustahil seorang penulis yang sukses meninggalkan kebudayaan membaca. Penulis besar membutuhkan keuletan yang tinggi dan rela mengorbankan apapun demi menyelesaikan karyanya.
Menginjak pembahasan yang kedua yakni “motivasi menulis”. Hal yang paling penting dalam menulis yaitu komitmen yang harus selalu dijaga. Semakin banyak berlatih dapat membangkitkan ritme yang apik disetiap tulisan. Apabila kita sudah terlatih menulis, selain ilmu pengetahuan yang didapat, kita juga akan memperoleh penghasilan (honor) dan dapat memperbanyak relasi. Walaupun banyak kalangan yang berintelektual namun budaya menulis belum banyak yang menekuninya bahkan dikalangan akademis yang notabenenya kaum terpelajar tidak lebih 40% yang larut dalam aktivitas menulis. Menulis itu tidak mudah sehingga tidak semua orang mampu melakukan kegiatan ini jadi penulis dapat dikategorikan makhluk yang langka. Saat tulisan tidak kunjung usai disitulah letak cobaan yang paling berat. Tidak sedikit para penulis yang putus asa akibat keterbatasan wawasan dan tulisanya yang tidak rampung. Masalah tersebut membutuhkan prinsip kontrol emosi dan tidak pernah menyerah. Isak Dinesen seorang penulis yang terkenal menyatakan, “aku menulis saban hari tanpa berpengharapan dan putus asa”, sehingga  dari pernyataan tersebut sudah gamblang bahwa kontinuitas menulis adalah cara yang wajib digeluti.
Seorang penulis harus mampu selalu merilis karya disaat apapun. Penulis produktif tidak akan kehabisan ide dalam menyusun setiap butir-butir kalimat yang akan tercurahkan dalam sebuah artikel, jurnal, cerpen, buku dan lain-lain. Seorang penulis yang handal harus mampu mencari jalan keluar saat situasi kurang bersahabat seperti membaca karya inspiratif yang dapat memberikan injeksi untuk senantiasa menulis dan menulis. Dengan adanya menulis kita akan menjadi terampil dan banyak orang yang akan memberikan kepercayaan lebih akibat donasi tulisan yang telah diberikan. Lingkungan akademis sangat berkaitan erat dengan menulis karena sebagian besar tugas dan standar kelulusannya ditentukan oleh karya tulis. Banyak mahasiswa yang mengalami frustasi akibat tugas karya ilmiahnya seperti makalah, artikel, jurnal, skripsi, desertasi dan lain sebagainya yang mengalami keamacetan. Hal itu karena budaya menulis yang masih jarang dijadikan habitus. Solusinya hanya satu yaitu segeralah menulis, jangan menunda nanti bahkan besok.
Menuju bab selanjutnya yang membicarakan tentang “alasan menulis” membuat saya menggebu-gebu untuk menuntaskan bacaan dari buku ini dan mencatat poin-poinnya. Terry McMillah seorang penulis sukses menjadikan menulis sebagai tempat perlindungan. Hal demikian karena dia telah mendapatkan kenyamanan yang lebih dari menulis. Aspirasi atau gagasan akan lebih mudah untuk dipahami apabila disajikan dalam sebuah tulisan. Memang begitu banyak yang kita peroleh dari menulis sehingga hampir semua lembaga pendidikan selalu membahas serta mempelajari menulis. Penghargaan gelar dosen dan guru dapat diperoleh apabila sudah memberikan karya tulis yang telah teruji. Keilmuan seseorang akan diakui oleh kalayak umum apabila kemampuannya dituliskan dalam sebuah karya tulis. Selalu menulis agar eksistensi kita tidak hilang dari pusaran sejarah dan masyarakat.
Hambatan menulis menjadi trending pembahasan di bab yang keempat. Apapun kegiatan yang kita lakukan setiap hari pasti rasa malas selalu mengiringi. Masalah itu sudah menjadi sebuah kebiasaan yang umum sehingga dibutuhkan teknik jitu agar hambatan malas segera musnah yakni menyegerakan melakukan tindakan jangan berpikir banyak dan jangan menunggu datangnya waktu yang tepat. Hambatan paling mendasar bagi penulis kususnya penulis pemula yaitu bingung apa yang akan ditulis. Saat kondisi seperti itu langsung saja tulis apa kebingungan yang dirasakan dan jangan hentikan menulis sehingga lama kelamaan akan muncul banyak ide. Mencintai menulis, menjadikan menulis sebuah hobi dan tradisi dapat membantu penyusunan sebuah tulisan yang lebih memadahi. Berhati-hati dalam menulis seperti munjunjung tinggi kejujuran akan membangun kredensi para pembaca terhadap tulisan kita. Penulis akan mengunakan banyak cara untuk menyalurkan ide-idenya. Sarana yang belum memadahi seperti tidak adanya komputer atau laptop tidak menjadikan sebuah penghambat dalam menulis. Gunakan alat tulis yang murah meriah seperti pena dan beberapa lembar buku untuk meretaskan ide-ide dalam bentuk tulisan.
Sebelum akhir pembahasan dalam buku ini disajikan sebuah judul yang harus disimak dengan cermat yaitu strategi menulis. Tidak ada di dunia ini yang datang secara instan, semua membutuhkan proses. Kesuksesan tergantung pada cara dan penyelesaian dari sebuah proses. Penulis besar pertama kalinya pasti mencurahkan sedikit demi sedikit tulisannya tidak langsung mendatangkan tulisan dalam bentuk yang banyak. Membaca akan memberikan donasi yang besar dalam sebuah karya tulis. Informasi di lingkungan sekitar seperti dari jejaring sosial, majalah, koran, dan lain sebagainya, penulis harus mampu mengabadikannya agar wawasan terus berkembang dan mampu memunculkan ide-ide baru yang lebih aktual. Pengambilan informasi itu akan tersimpan lebih lama apabila disertai dengan mencatat. Saat kita kekosongan ide-ide untuk menulis, jangan menunggu ide datang, carilah ide-ide melalui memperbanyak membaca, semakin meninggikan intensitas membaca semakin  mudah menyusun tulisan. Setiap bacaan  mempunyai karakteristik tersendiri, setiap kali medapatkan wawasan baru segera catat dan mulailah untuk mengembangkan kedalam berbagai jenis tulisan. Banyak waktu yang tepat untuk digunakan menulis tergantung individu masing-masing. Salah satu waktu yang tepat adalah saat bangun tidur diwaktu subuh. Teori-teori menulis sebenarnya sangat diperlukan agar tulisan dapat dipahami dan disukai oleh masyarakat namun teori-teori saja tidak cukup yang terpenting adalah aksi menulis.
Paripurna dari pembahasan buku ini menjelaskan tentang “belajar menulis dari para tokoh”. Muhammad Fauzil Adhim merupakan tokoh pertama yang dijadikan sampel penulis besar. Dia mengatakan pokok-pokok mengembangkan menulis itu meliputi orientasi transendental, mental optimis, inspirasi, revisi, tetap menulis, mendokumentasikan, dan ikhwal kesuksesan. Prof. Dr. Mulyadi Kartanegara mengkategorikan menulis sebagai seni yang didalamnya meliputi menulis dan bakat, motivasi, stamina menulis, kepekaan gramatikal, membiasakan membuat catatan harian, menulis secepatnya, dan tidak tergantung pada teknologi. Terus gerakan jemarimu merupakan ulasan yang diambil dari karya Anwar Holid, menurutnya menulis itu harus mengikuti formula disiplin menulis, membaca secara tekun, runtin menulis,  tidak mudah menyerah, menjadikan menulis sebagai ketrampilan, dan memiliki waktu khusus. Selanjutnya belajar menulis kepada Prof. Yudian Wahyudi, Ph.D. beliau memberikan inspirasi menulis melalui tiga cara yaitu membaca, rajin berlatih, dan konsisten. Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh penulis yang disajikan dalam buku ini yang dapat kita jadikan bahan belajar namun pada hakikatnya hampir semua tokoh yang disebutkan mempunyai prinsip serta anjuran yang sama yaitu segeralah menulis, tingakatkan kualitas dan kuantitas tulisan dan jaga konsistensi menulis.
Keseluruhan dari pembahasan buku ini memberikan dorongan agar menyegerakan menulis tanpa menunggu ide datang, tempat yang tenang, situasi yang kondusif, waktu luang, hari esok atau akan datang, dan yang paling penting mengawali menulis dengan niat yang tulus, memperbanyak wawasan dengan membaca dan mengamati lingkungan sekitar, menjaga konsistensi, selalu berlatih, berkomitmen tinggi, dan tanpa mengenal putus asa. Seperti dalam anjuran penulis buku ini “Salah satu syarat menulis adalah memiliki kemauan untuk terus menulis. Ya, menulis tentang apa saja, dimana saja, kapan saja, dan tidak boleh patah semangat. Jangan pedulikan soal kualitas, karena kualitas akan meningkat seiring dengan seringnya menulis. Karena itu, kalau saya ditanya caranya menulis, jawabnya Cuma satu Menulislah sekarang juga. Jangan lagi ditunda. Hal utama yang harus dibangun saat akan (dan sedang) menekuni dunia menulis adalah memompa semangat menulis, menjaga secara konsisten, tekun, rajin, dan terus berusaha menulis. Tundukkan semua hambatan dan halangan yang membuat sulit menulis”. Pentingnya menulis juga dinyatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, “Menulislah. Jangan pedulikan apapun hasilnya. Teruslah menulis, sebab jika Engkau tidak menulis maka Engkau akan hilang dari pusaran sejarah”.
            Buku ini memberikan inspirasi dan motivasi yang besar terhadap dunia menulis, khusunya bagi orang yang baru belajar menulis atau belum menulis. Bab demi bab yang disusun mempunyai keruntutan sehingga pembaca akan lebih mudah memahami secara gamblang. Kosa kata yang disajikan termasuk kriteria mudah dipahami jadi pembaca tidak membutuhkan kontemplasi yang tinggi. Kutipan yang diambil dari penulis sukses meningkatkan kekuatan membaca buku ini sampai batas akhir sekaligus memberikan impulsi agar tidak hanya memahami teori-teori menulis namun merealisasikan menulis. Pemberian kalimat penekanan disetiap sub bab memudahkan pembaca untuk mengambil kesimpulan sehingga pembaca yang belum paham secara mendalam akan terbantu dengan kalimat-kalimat itu.
            Suatu kesempurnaan pasti ada suatu kekurangan yang selalu mengiringi, sama halnya dengan peribahasa tak ada gading yang tak retak. Walaupun buku ini telah mendonasikan motivasi yang besar terhadap menulis namun setelah saya menginterpretasikan berdasarkan pemahaman yang telah saya ketahui, saya masih menemukan beberapa kejanggalan dari ulasan yang telah disajikan mulai dari segi isi tulisan dan aspek teknis tulisan. Kesalahan yang amat menonjol dari segi isi pernyataan terletak pada pengulangan pembahasan yaitu tentang produktivitas menulis dan jebakan plagiasi dengan habitus plagiasi. Hampir tidak ada kata yang diubah dalam pembahasan tersebut sehingga pembaca akan berprasangka bahwa penulis tidak mempunyai kreatifitas dalam menjabarkan suatu masalah. Pengulangan kata yang sama menjadikan pembaca bosan terhadap penyajian dari buku ini. Kekurangan dari aspek teknis terlihat pada halaman 177-178 dan 199-200 yang tercetak dobel. Kekurangan yang lain sudah tertupi dengan indahnya dan manfaat dari buku ini.
Buku ini sangat layak dibaca bagi semua kalangan untuk membangkitkan semangat menulis yang lebih tinggi. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia yang sederhana. Resentator sendiri merasakan banyak kenyamanan terhadap pembahasan yang diberikan dan mengucapkan beribu-ribu terima kasih, berkat perantara buku ini saya mendapat dorongan yang begitu besar untuk menyegerakan menulis. Saya tidak pernah membaca buku sekhusuk membaca buku ini, buku dengan jumlah halaman 230 itu dapat kurampungkan dalam waktu dua malam. Sungguh ini pengalaman pertama kali membaca buku secara khidmat dan memberikan perubahan secara langsung. Resentator juga berpesan agar setiap orang khususnya peserta didik sayogyanya membaca buku ini agar spirit menulis yang masih mangkrak dapat dituangkan dan menyegerakan aksi menulis.

“Berubahlah dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan mulai saat ini”.

0 komentar:

Posting Komentar

kreatifitas anda saya tunggu. silahkan berkomentar apabila ada setuju atau tidaknya postingan yang saya suguhkan. tolong jaga nilai kesopanan. terimakasih.