The Power of Writing
Judul : The power of writing
Pengarang : Ngainun Naim
Penerbit : Lentera kreasindo
Kota
terbit : Jogjakarta
Tahun
terbit : Januari 2015
Cetakan
: pertama
Deskripsi
fisik : xiv + 230 hlm.; 16 x 24 cm
ISBN : 978-602-1090-14-5
Teks : Bahasa Indonesia
Buku the power of writing ini ditulis oleh Ngainun Naim. Beliau
merupakan salah satu dosen IAIN Tulungagung yang menjadi kebanggaan para
mahasiswa dan dosen-dosen. Kemampuannya dalam bidang menulis sudah tidak
diragukan lagi dibuktikan dengan karya-karyanya yang fenomenal dan juga
eksistensinya dalam mengisi seminar-seminar baik dalam skala kecil maupun
besar. Nama beliau sudah cukup tersohor dikoran-koran dan majalah-majalah
karena artikelnya yang sering menembus redaksi-redaksi ternama. Beliau juga
aktif dalam dunia maya sehingga statusnya sangat dinanti oleh para
penggemarnya.
Buku ini memberikan motivasi yang tinggi untuk menyegerakan
menulis. Kutipan-kutipan yang diambil dari penulis sukses menjadikan setiap pembaca
terlarut dalam pembahasan buku ini. Kata-kata
yang disusun memberikan suntikan yang begitu mendalam untuk pembaca supaya
mewujudkan ide-idenya dalam sebuah tulisan. Namun realisasinya, dalam menulis
ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada banyak halangan yang
harus dihadapi dan pastinya membutuhkan strategi yang handal untuk
menghadapinya. Pertanyaan-pertayaan bagaimana cara memulai karya tulis,
bagaimana menjaga stabilitas menulis, untuk apa menulis, dan bagaimana seorang
penulis sukses merampungkan karya tulisnya akan dibahas secara tuntas dan
mendetail berdasarkan pengalaman langsung dari penulis sehingga pembahasan akan
terasa lebih menyentuh dan ingin segera mewujudkan apa yang dianjurkannya.
Buku ini terdiri dari 6 (enam) bab besar yang disajikan secara runtut
yang meliputi bab tentang spirit menulis, motivasi menulis, alasan menulis,
hambatan menulis, strategi menulis, dan diakhiri
dengan belajar menulis dari para tokoh.
“Spirit menulis” menjadi awal dari pembahasan yang disuguhkan
dengan sangat menarik. Menulis tidak selalu berjalan mulus, semangat yang
pasang surut menjadikan penulis harus mampu mengontrol spiritnya agar dapat
menulis pada saat kondisi yang kurang mendukung. Bergabung dalam sebuah grup
seperti www.kompasiana.com atau grup yang lainnya dapat memberikan inspirasi supaya terus
menciptakan karya tulis yang terus berkelanjutan. Menulis memberikan banyak
kemanfaatan seperti membangun ide-ide, memudahakan menjelaskan konsep,
memudahkan evaluasi, menyerap dan mengolah informasi, dan menjadi pembelajar
yang aktif. Dikisahkan juga dalam bab ini yakni seorang babu yang tulisannya
mampu mencerahkan dunia menulis. Kalau babu saja dapat menulis kenapa kita
sebagai orang yang dianggap mempunyai kelebihan dibidang intelektual tidak
dapat menciptakan karya tulis.
Literasi harus segera ditanamkan kepada setiap orang agar dapat
mengenyam pengetahuan yang lebih luas dan mampu menelurkan sebuah karya dari
wawasan yang diperoleh. Di era modern ini kita dimanjakan dengan kecanggihan
teknologi sehingga kita tidak kesulitan lagi untuk mencari dan menyebarluaskan
ide-ide. Manfaatkan semua kecanggihan untuk merilis karya tulis agar dapat
menjadi penulis yang kreatif dan tidak akan tergerus oleh waktu. Pensiun
menulis bisa terjadi terhadap semua orang, hal itu disebabkan karena adanya
kenyamanan dibidang lain yang lebih menguntungkan sehingga karya tulisnya
menjadi terhenti. Pensiun menulis dapat
diatasi dengan mempertahankan menulis dan membangun paradigma bahwa menulis
menjadikan insan yang berpengetahuan tinggi. Orisinilitas atau keaslian tulisan
sangat diperlukan ditengah zaman yang marak virus plagiasi. Sejatinya hal
tersebut dapat dihindari dengan selalu sabar dan tekun dalam menulis. Tulisan yang baik dan
bermutu didasari dengan wawasan yang melimpah dan pengetahuan yang lebih dapat
diperoleh melalui budaya membaca. Membaca dan menulis merupakan sebuah satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Menulis tanpa memperbanyak membaca
bagaikan berjalan didalam kegelapan tanpa adanya penerang. Sehingga mustahil
seorang penulis yang sukses meninggalkan kebudayaan membaca. Penulis besar
membutuhkan keuletan yang tinggi dan rela mengorbankan apapun demi
menyelesaikan karyanya.
Menginjak pembahasan yang kedua yakni “motivasi menulis”. Hal yang
paling penting dalam menulis yaitu komitmen yang harus selalu dijaga. Semakin
banyak berlatih dapat membangkitkan ritme yang apik disetiap tulisan. Apabila
kita sudah terlatih menulis, selain ilmu pengetahuan yang didapat, kita juga
akan memperoleh penghasilan (honor) dan dapat memperbanyak relasi. Walaupun
banyak kalangan yang berintelektual namun budaya menulis belum banyak yang
menekuninya bahkan dikalangan akademis yang notabenenya kaum terpelajar tidak
lebih 40% yang larut dalam aktivitas menulis. Menulis itu tidak mudah sehingga
tidak semua orang mampu melakukan kegiatan ini jadi penulis dapat dikategorikan
makhluk yang langka. Saat tulisan tidak kunjung usai disitulah letak cobaan
yang paling berat. Tidak sedikit para penulis yang putus asa akibat
keterbatasan wawasan dan tulisanya yang tidak rampung. Masalah tersebut membutuhkan
prinsip kontrol emosi dan tidak pernah menyerah. Isak Dinesen seorang penulis
yang terkenal menyatakan, “aku menulis saban hari tanpa berpengharapan dan
putus asa”, sehingga dari pernyataan
tersebut sudah gamblang bahwa kontinuitas menulis adalah cara yang wajib
digeluti.
Seorang penulis harus mampu selalu merilis karya disaat apapun.
Penulis produktif tidak akan kehabisan ide dalam menyusun setiap butir-butir
kalimat yang akan tercurahkan dalam sebuah artikel, jurnal, cerpen, buku dan lain-lain.
Seorang penulis yang handal harus mampu mencari jalan keluar saat situasi
kurang bersahabat seperti membaca karya inspiratif yang dapat memberikan
injeksi untuk senantiasa menulis dan menulis. Dengan adanya menulis kita akan
menjadi terampil dan banyak orang yang akan memberikan kepercayaan lebih akibat
donasi tulisan yang telah diberikan. Lingkungan akademis sangat berkaitan erat
dengan menulis karena sebagian besar tugas dan standar kelulusannya ditentukan
oleh karya tulis. Banyak mahasiswa yang mengalami frustasi akibat tugas karya
ilmiahnya seperti makalah, artikel, jurnal, skripsi, desertasi dan lain
sebagainya yang mengalami keamacetan. Hal itu karena budaya menulis yang masih
jarang dijadikan habitus. Solusinya hanya satu yaitu segeralah menulis, jangan
menunda nanti bahkan besok.
Menuju bab selanjutnya yang membicarakan tentang “alasan menulis”
membuat saya menggebu-gebu untuk menuntaskan bacaan dari buku ini dan mencatat
poin-poinnya. Terry McMillah seorang penulis sukses menjadikan menulis sebagai
tempat perlindungan. Hal demikian karena dia telah mendapatkan kenyamanan yang
lebih dari menulis. Aspirasi atau gagasan akan lebih mudah untuk dipahami
apabila disajikan dalam sebuah tulisan. Memang begitu banyak yang kita peroleh
dari menulis sehingga hampir semua lembaga pendidikan selalu membahas serta
mempelajari menulis. Penghargaan gelar dosen dan guru dapat diperoleh apabila
sudah memberikan karya tulis yang telah teruji. Keilmuan seseorang akan diakui
oleh kalayak umum apabila kemampuannya dituliskan dalam sebuah karya tulis.
Selalu menulis agar eksistensi kita tidak hilang dari pusaran sejarah dan
masyarakat.
Hambatan menulis menjadi trending pembahasan di bab yang keempat. Apapun
kegiatan yang kita lakukan setiap hari pasti rasa malas selalu mengiringi.
Masalah itu sudah menjadi sebuah kebiasaan yang umum sehingga dibutuhkan teknik
jitu agar hambatan malas segera musnah yakni menyegerakan melakukan tindakan
jangan berpikir banyak dan jangan menunggu datangnya waktu yang tepat. Hambatan
paling mendasar bagi penulis kususnya penulis pemula yaitu bingung apa yang
akan ditulis. Saat kondisi seperti itu langsung saja tulis apa kebingungan yang
dirasakan dan jangan hentikan menulis sehingga lama kelamaan akan muncul banyak
ide. Mencintai menulis, menjadikan menulis sebuah hobi dan tradisi dapat
membantu penyusunan sebuah tulisan yang lebih memadahi. Berhati-hati dalam
menulis seperti munjunjung tinggi kejujuran akan membangun kredensi para
pembaca terhadap tulisan kita. Penulis akan mengunakan banyak cara untuk
menyalurkan ide-idenya. Sarana yang belum memadahi seperti tidak adanya
komputer atau laptop tidak menjadikan sebuah penghambat dalam menulis. Gunakan
alat tulis yang murah meriah seperti pena dan beberapa lembar buku untuk
meretaskan ide-ide dalam bentuk tulisan.
Sebelum akhir pembahasan dalam buku ini disajikan sebuah judul yang
harus disimak dengan cermat yaitu strategi menulis. Tidak ada di dunia ini yang
datang secara instan, semua membutuhkan proses. Kesuksesan tergantung pada cara
dan penyelesaian dari sebuah proses. Penulis besar pertama kalinya pasti
mencurahkan sedikit demi sedikit tulisannya tidak langsung mendatangkan tulisan
dalam bentuk yang banyak. Membaca akan memberikan donasi yang besar dalam sebuah
karya tulis. Informasi di lingkungan
sekitar seperti dari jejaring sosial, majalah, koran, dan lain sebagainya,
penulis harus mampu mengabadikannya agar wawasan terus berkembang dan mampu
memunculkan ide-ide baru yang lebih aktual. Pengambilan informasi itu akan
tersimpan lebih lama apabila disertai dengan mencatat.
Saat kita kekosongan ide-ide untuk menulis, jangan menunggu ide datang,
carilah ide-ide melalui memperbanyak membaca, semakin meninggikan intensitas
membaca semakin mudah menyusun tulisan.
Setiap bacaan mempunyai karakteristik tersendiri,
setiap kali medapatkan wawasan baru segera catat dan mulailah untuk
mengembangkan kedalam berbagai jenis tulisan. Banyak waktu yang tepat untuk
digunakan menulis tergantung individu masing-masing. Salah satu waktu yang
tepat adalah saat bangun tidur diwaktu subuh. Teori-teori menulis sebenarnya
sangat diperlukan agar tulisan dapat dipahami dan disukai oleh masyarakat namun
teori-teori saja tidak cukup yang terpenting adalah aksi menulis.
Paripurna
dari pembahasan buku ini menjelaskan tentang “belajar menulis dari para tokoh”.
Muhammad Fauzil Adhim merupakan tokoh pertama yang dijadikan sampel penulis
besar. Dia mengatakan pokok-pokok mengembangkan menulis itu meliputi orientasi
transendental, mental optimis, inspirasi, revisi, tetap menulis,
mendokumentasikan, dan ikhwal kesuksesan. Prof. Dr. Mulyadi Kartanegara
mengkategorikan menulis sebagai seni yang didalamnya meliputi menulis dan
bakat, motivasi, stamina menulis, kepekaan gramatikal, membiasakan membuat
catatan harian, menulis secepatnya, dan tidak tergantung pada teknologi. Terus
gerakan jemarimu merupakan ulasan yang diambil dari karya Anwar Holid,
menurutnya menulis itu harus mengikuti formula disiplin menulis, membaca secara
tekun, runtin menulis, tidak mudah
menyerah, menjadikan menulis sebagai ketrampilan, dan memiliki waktu khusus.
Selanjutnya belajar menulis kepada Prof. Yudian Wahyudi, Ph.D. beliau
memberikan inspirasi menulis melalui tiga cara yaitu membaca, rajin berlatih,
dan konsisten. Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh penulis yang disajikan dalam
buku ini yang dapat kita jadikan bahan belajar namun pada hakikatnya hampir
semua tokoh yang disebutkan mempunyai prinsip serta anjuran yang sama yaitu
segeralah menulis, tingakatkan kualitas dan kuantitas tulisan dan jaga
konsistensi menulis.
Keseluruhan dari pembahasan buku ini memberikan dorongan agar
menyegerakan menulis tanpa menunggu ide datang, tempat yang tenang, situasi
yang kondusif, waktu luang, hari esok atau akan datang, dan yang paling penting
mengawali menulis dengan niat yang tulus, memperbanyak wawasan dengan membaca
dan mengamati lingkungan sekitar, menjaga konsistensi, selalu berlatih,
berkomitmen tinggi, dan tanpa mengenal putus asa. Seperti dalam anjuran penulis
buku ini “Salah satu syarat menulis adalah memiliki kemauan untuk terus
menulis. Ya, menulis tentang apa saja, dimana saja, kapan saja, dan tidak boleh
patah semangat. Jangan pedulikan soal kualitas, karena kualitas akan meningkat
seiring dengan seringnya menulis. Karena itu, kalau saya ditanya caranya
menulis, jawabnya Cuma satu Menulislah sekarang juga. Jangan lagi ditunda. Hal
utama yang harus dibangun saat akan (dan sedang) menekuni dunia menulis adalah
memompa semangat menulis, menjaga secara konsisten, tekun, rajin, dan terus
berusaha menulis. Tundukkan semua hambatan dan halangan yang membuat sulit
menulis”. Pentingnya menulis juga dinyatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, “Menulislah.
Jangan pedulikan apapun hasilnya. Teruslah menulis, sebab jika Engkau tidak
menulis maka Engkau akan hilang dari pusaran sejarah”.
Buku ini memberikan inspirasi dan
motivasi yang besar terhadap dunia menulis, khusunya bagi orang yang baru
belajar menulis atau belum menulis. Bab demi bab yang disusun mempunyai
keruntutan sehingga pembaca akan lebih mudah memahami secara gamblang. Kosa
kata yang disajikan termasuk kriteria mudah dipahami jadi pembaca tidak
membutuhkan kontemplasi yang tinggi. Kutipan yang diambil dari penulis sukses
meningkatkan kekuatan membaca buku ini sampai batas akhir sekaligus memberikan
impulsi agar tidak hanya memahami teori-teori menulis namun merealisasikan
menulis. Pemberian kalimat penekanan disetiap sub bab memudahkan pembaca untuk
mengambil kesimpulan sehingga pembaca yang belum paham secara mendalam akan
terbantu dengan kalimat-kalimat itu.
Suatu kesempurnaan pasti ada suatu
kekurangan yang selalu mengiringi, sama halnya dengan peribahasa tak ada gading
yang tak retak. Walaupun buku ini telah mendonasikan motivasi yang besar
terhadap menulis namun setelah saya menginterpretasikan berdasarkan pemahaman
yang telah saya ketahui, saya masih menemukan beberapa kejanggalan dari ulasan
yang telah disajikan mulai dari segi isi tulisan dan aspek teknis tulisan. Kesalahan
yang amat menonjol dari segi isi pernyataan terletak pada pengulangan
pembahasan yaitu tentang produktivitas menulis dan jebakan plagiasi dengan
habitus plagiasi. Hampir tidak ada kata yang diubah dalam pembahasan
tersebut sehingga pembaca akan berprasangka bahwa penulis tidak mempunyai
kreatifitas dalam menjabarkan suatu masalah. Pengulangan kata yang sama
menjadikan pembaca bosan terhadap penyajian dari buku ini. Kekurangan dari
aspek teknis terlihat pada halaman 177-178 dan 199-200 yang tercetak dobel.
Kekurangan yang lain sudah tertupi dengan indahnya dan manfaat dari buku ini.
Buku ini sangat layak dibaca bagi semua kalangan untuk
membangkitkan semangat menulis yang lebih tinggi. Bahasa yang digunakan
merupakan bahasa Indonesia yang sederhana. Resentator sendiri merasakan banyak kenyamanan
terhadap pembahasan yang diberikan dan mengucapkan beribu-ribu terima kasih,
berkat perantara buku ini saya mendapat dorongan yang begitu besar untuk
menyegerakan menulis. Saya tidak pernah membaca buku sekhusuk membaca buku ini,
buku dengan jumlah halaman 230 itu dapat kurampungkan dalam waktu dua malam.
Sungguh ini pengalaman pertama kali membaca buku secara khidmat dan memberikan
perubahan secara langsung. Resentator juga berpesan agar setiap orang khususnya
peserta didik sayogyanya membaca buku ini agar spirit menulis yang masih
mangkrak dapat dituangkan dan menyegerakan aksi menulis.
“Berubahlah dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan mulai saat
ini”.
0 komentar:
Posting Komentar
kreatifitas anda saya tunggu. silahkan berkomentar apabila ada setuju atau tidaknya postingan yang saya suguhkan. tolong jaga nilai kesopanan. terimakasih.